Tuesday 4 February 2014

"Jherat Lanjheng" atau Makam Panjang di Pulau Bawean

Ketika berada di Pulau Bawean, saya sempatkan mengunjungi sebuah makam yang panjangnya mencapai 11 meter. Sebenarnya sampai sekarang saya masih belum percaya kalau ada orang yang tingginya bisa mencapai 11 meter. Saya merasa ragu kalau itu kuburan manusia, namun warga setempat meyakinkan saya kalau itu benar-benar kuburan manusia. Tepatnya itu kuburan manusia yang hidup entah berapa abad yang lalu.
Ketika saya melihat kuburan tersebut, saya hanya bisa takjub. Amazing.....Saya belum pernah melihat kuburan sepanjang itu apalagi letaknya di pinggir laut. Penduduk setempat menyebut kuburan itu sebagai “Jherat Lanjheng” yang artinya kuburan panjang.

Dari beberapa sumber referensi yang pernah saya baca mengenai makam panjang ini bahwa
kuburan panjang ini adalah makam Doro Sembodo. Terletak di tepi laut Desa Lebak Kecamatan Sangkapura. Makam ini merupakan makam yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar karena disamping mempunyai kekuatan magis terpendam juga mengandung nilai historis tinggi. Menurut cerita, Doro Sembodo ini adalah abdi setia Aji Saka yang merupakan tokoh utama legenda Babat Tanah jawa. Peristiwa meninggalnya Doro dan Sembodo ini kemudian dikisahkan dalam Huruf Jawa (Ha, Na, Ca, Ra, Ka, dst.). Para pelancong banyak berdatangan saat hari Raya Idul Fitri Maupun Idul Adha.

Asal usul cerita ini sebagai berikut : 

Di dusun Tanjung anyar ( orang Bawean menyebutnya Tinggen) desa Lebak terdapat makam panjang, kira- kira panjang makam 11-12 meter. Konon itu adalah tempat pusaka Aji Saka yang dikubur bersama darah Doro. Aji Saka adalah seorang Penyebar agama Hindu di Pulau Jawa (Javadwipa) yang berasal dari Kerajaan Asoka di India. Dia adalah salah satu pangeran dari kerajaan Asoka yang merantau ke Jawadwipa bersama dua orang pembatunya yang bernama Doro dan Sembodo. 

Sebelum masuk ke Pulau Jawa, Pangeran Aji Saka bersama kedua pembatunya singgah di Pulau Bawean. Salah satu pembantunya yang bernama Doro di tinggal di Bawean bersama salah satu pusaka (pedang ) Aji Saka. Kemudian Aji Saka bersama Sembodo berangkat ke JawaDwipa. Aji Saka berpesan kepada Doro bahwa Pusaka itu tidak boleh diberikan kepada siapapun kecuali di ambil sendiri oleh Aji Saka. Singkat cerita, setelah Pulau Jawa menjadi Hindu. Aji Saka teringat pada pembatunya di Bawean, Dan dia mengutus Sembodo untuk menjemput Doro dan mengambil Pusaka Aji Saka. Dan Aji Saka lupa bahwa dia pernah berpesan kepada Doro bahwa pusakanya tidak boleh diberikan kepada siapapun kecuali diambil sendiri oleh Aji Saka.


Setelah Sembodo sampai di Pulau Bawean, timbul salah paham antara Sembodo dan Doro. Doro memegang janjinya kepada Aji Saka bahwa pusakanya tidak akan diberikan kepada siapapun kecuali kepada Aji Saka, sedangkan Sembodo tidak mau kembali ke Pulau Jawa dengan tangan hampa karena tidak bisa membawa Pusaka seperti yang di amanatkan oleh Aji Saka. Karena masing-masing bersikeras dengan pendapatnya sendiri sehingga terjadilah perkelahian yang mengakibatkan keduanya meninggal. Makam Doro Ada di di Tinggen yang dikenal dengan makam panjang doro, sedangkan makam Sembodo ada di tempat Pemakaman Umum di desa Tinggen. 

Cerita ini pernah di putar di TVRI ( Televisi Republik Indonesia) tahun 1992. Tapi tidak disebutkan bahwa Dusun Tinggen Ada di Pulau Bawean. Tahun 1950-an terdapat prasasti yang diperkirakan dibuat oleh Aji Saka untuk mengenang kedua Pembantunya (Doro dan Sembodo) yang meninggal di Pulau Bawean. Prasasti itu Ditulis di Batu Besar dengan tulisan Honocoroko dengan stempel cap Kaki Kiri. Prasasti itu dulu terdapat di dusun Tinggen namun sayang prasasti itu di rusak Dan batunya di buat Jembatan di dusun Muara.
 

No comments:

Post a Comment