Saturday 24 June 2017

Berkunjung ke Jembatan Ake Gosale 1 di Sofifi, Maluku Utara



Setelah beberapa hari tidak update tulisan di blog ini akhirnya saya kembali punya waktu buat corat coret lagi. Kali ini saya akan berbagi pengalaman tentang kunjungan saya di Kota Sofifi, Provinsi Maluku Utara. Khususnya saat melintas di Jembatan Ake Gosale 1. Namun sebelum membahas tentang keindahan pemandangan disekitar Jembatan Ake Gosale 1, saya akan terlebih dahulu memberikan sedikit gambaran tentang lokasi geografis Kota Sofifi yang merupakan ibukota dari Provinsi Maluku Utara. 


Provinsi Maluku Utara itu sebenarnya cukup luas namun masih sepi, dimana ia memiliki 64 pulau saja yang berpenghuni dari 395 pulau yang dimilikinya. Sofifi sendiri diresmikan sebagai ibukota provinsi sejak tahun 2010 untuk menggantikan Kota Ternate, jadi sekitar 7 tahun sejak tulisan ini dibuat.


Meskipun Sofifi saat ini memegang tampuk kekuasaan sebagai ibukota provinsi, namun dalam prakteknya semua aktivitas pemerintahan masih tertumpu pada Kota Ternate sebagai mantan ibukota. Hal tersebut terlihat dari sepinya perkantoran pemerintah Maluku Utara di Kota Sofifi. Meskipun kantor pemerintahan Provinsi Maluku Utara di Kota ini sudah lumayan lengkap namun kebanyakan dari kantor-kantor tersebut belum aktif, bahkan banyak gedung yang pada akhirnya terbengkalai rusak karena tidak ditempati.


Kita tinggalkan sejenak gambaran suasana kota Sofifi dan kita berpindah ke Jembatan Ake Gosale 1 yang kita bahas di awal tulisan. Saya baru mengetahui adanya jembatan ini ketika akan menuju ke kantor Gubernur Maluku Utara dari pelabuhan Sofifi.  Jembatan ini tergolong baru karena sesuai plakat yang menempel di Jembatan tertulis baru selesai dibuat pada tahun 2015. 


Sambil berhenti disekitar jembatan saya mengabadikan beberapa dokumentasi. Disini kita akan melihat hamparan lautan yang luas, hutan manggrove yang hijau dan udara yang begitu segar. Jembatan ini tergolong bersih dari sampah, hampir disetiap sudut saya tidak menjumpainya. Jadi saya rasa cocok buat refreshing untuk sekedar melepas penat dengan mengunjungi Jembatan ini.


Berikut beberapa dokumentasi saat berada di sekitar Jembatan Ake Gosale 1 yang sempat saya unggah :   
 

 Sekian dulu tulisan singkat selesai sahur kali ini.

Sunday 11 June 2017

Sejarah Nama Bandara Halim Perdana Kusuma



Penerbangan ke Jakarta beberapa hari yang lalu sengaja saya memilih pesawat yang mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma, hal ini saya lakukan karena jarak tempuh ke Bogor ternyata lebih dekat dari pada turun di Bandara Soekarno Hatta. Berdasarkan Google Map dari Halim ke Botani Square Bogor kurang lebih jaraknya 40 KM saja, sementara kalau dari Soetta jaraknya sekitar 80 KM.


Pendaratan di Halim adalah pendaratan saya yang perdana, jadi kalau sesuatu itu pertama kali dilakukan biasanya menarik....hehe....”Welcome To Halim Perdana Kusuma The Legend Airport Jakarta” adalah tulisan pertama yang saya lihat ketika memasuki terminal penumpang. Disebelahnya terdapat foto Marsma TNI Anm. Halim Perdana Kusuma dengan ukuran yang cukup besar. Melihat kedua hal tersebut rasa penasaran mulai timbul dalam benak saya, kenapa namanya adalah Halim Perdana Kusuma?


Setelah saya coba melakukan penelusuran ternyata Bandara Halim ini memiliki sejarah panjang terkait penamaannya, yang tadinya bernama Pangkalan Udara Cilitan sampai berganti nama menjadi bandara Halim Perdana Kusuma. Sudah mulai penasaran...? yuk kita baca uraian singkat dibawah ini.

Waktu Indonesia masih dalam masa perang mempertahankan kemerdekaan, dua orang tokoh TNI Angkatan Udara Indonesia ditugaskan untuk mengendarai pesawat tempur yang baru saja dibeli oleh Indonesia. Kedua tokoh TNI AU ini bernama Halim Perdanakusuma dan Opsir Iswahyudi. Pesawat baru itu berlokasi di Thailand. Dari Thailand, mereka mengendarai pesawat baru itu menuju Indonesia. Sayangnya, mereka mengalami kecelakaan. Pesawat terjatuh di kawasan pantai selat Malaka. Sosok mayat mereka ditemukan di sekitar sana.

Tidak diketahui penyebabnya, namun diduga karena cuaca buruk atau karena ditembak. Bangkai pesawat terbang tersebut ditemukan di sebuah hutan berdekatan dengan kota Lumut, Perak, Malaysia. Namun tim penyelamat hanya menemukan jasad Halim, sementara jasad Iswahyudi tidak diketemukan dan tidak diketahui nasibnya hingga sekarang. Begitu juga dengan berbagai perlengkapan senjata api yang mereka beli di Thailand, tidak diketahui kemana rimbanya.

Jasad Halim kemudian sempat dikebumikan di kampung Gunung Mesah, tidak jauh dari Gopeng, Perak, Malaysia. Beberapa tahun kemudian, kuburan Halim digali dan jasadnya dibawa ke Jakarta dan dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Atas jasanya tersebut Pemerintah Indonesia memberi penghormatan dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan mengabadikan namanya pada Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta ( dengan mengganti nama Bandara Cililitan menjadi Bandara Halim Perdana Kusuma) . Sementara Opsir Iswahyudi diabadikan nama nya menjadi Pangkalan Udara di Madiun.

Abdul Halim Perdanakusuma lahir di Sampang, 18 November 1922 – meninggal di Malaysia, 14 Desember 1947 pada umur 25 tahun. Iswahjoedi lahir di  Surabaya,  15 Juli 1918 – meninggal di Malaysia, 14 Desember 1947 pada umur 29 tahun.

Mungkin itu sedikit corat-coret siang ini semoga bermanfaat.