Friday 25 October 2019

Duplikat Patung Kuda Troya di Probolinggo


Jika kawan-kawan pernah menonton Film Troy pasti tidak asing dengan patung kuda ini. Film Troy adalah  film nominasi Oscar yang ditayangkan pertama kali pada tanggal 14 Mei 2004, sebuah film yang mengisahkan tentang Perang Troya.

Dalam mitologi Yunani, Perang Troya adalah penyerbuan terhadap kota Troya oleh pasukan Akhaia (Yunani). Peristiwa ini terjadi karena Paris menculik Helene dari suaminya Menelaos, Raja Sparta. Perang ini merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam mitologi Yunani dan diceritakan di banyak karya sastra Yunani.

Dengan siasat Kuda Troya ini lah Pasukan Yunani akhirnya bisa mengalahkan Troya setelah 10 tahun gagal menggempur pertahanan benteng Troya. Dengan memasukkan beberapa pasukan Yunani ke dalam kuda yang dibawa masuk ke benteng oleh bangsa Troya sendiri, akhirnya beberapa pasukan Yunani tersebut bisa membuka gerbang pada malam hari, sehingga seluruh pasukan Yunani bisa masuk ke jantung pertahanan Troy dan membumihanguskan Troy.

Untuk bisa berfoto dengan Patung Kuda Troya ini anda tidak harus datang ke Kota Canakkale di Turki. Anda cukup datang ke Probolinggo saja. Konon Patung ini merupakan patung kuda terbesar di Indonesia dan yang kedua di Dunia setelah yang di Turki.







Tuesday 15 October 2019

Sore di Area Likuifaksi Petobo


"Did you still remember?", teman saya memulai cerita tentang Likuifaksi Petobo. Genap 1 tahun sudah berlalu bencana yang melanda Palu. Masih segar ingatan ini ketika berbagai media massa baik nasional maupun internasional memberitakan Tsunami, Gempa dan Likuifaksi di Sulawesi Tengah yang memakan korban ribuan jiwa.

Hari ini saya berkesempatan mengunjungi Kelurahan Petobo. Dimana di daerah ini terdapat fenomena bencana tanah yang mencair dan menenggelamkan ratusan rumah.

Luasan wilayah terdampak sangat besar, sesuai peta yang ada setidaknya termuat empat area, yaitu Kelurahan Petobo, Perumnas Balaroa, Desa Jono Oge dan Desa Sibalaya.


Sempat saya edarkan pandangan 360 derajat. Area ini di kelilingi timbunan lumpur bekas likuifaksi setinggi dua sampai tiga meter. Puing bangunan, rumah-rumah hancur, tanaman petani mulai mekar namun terserak berpadu dengan bau tidak sedap mengiringi perjalanan sore saya di sayap selatan Kelurahan Petobo, Palu.


Bulu kuduk sesekali berdiri tatkala saya merangsek masuk ketengah pemukiman. Terbayang puluhan bahkan mungkin ratusan mayat yang tertanam didalam puing-puing bangunan karena tidak bisa dievakuasi.

Begitu dahsyatnya bencana yang melanda daerah ini. Sehingga hampir semua bangunan rata dan bahkan tidak terlihat karena tertelan bumi.


Sungguh Tuhan jika menghendaki sesuatu terjadi maka terjadilah.

Saturday 12 October 2019

Hikmah saat berkunjung ke Masjid Al-Alam Kendari


"Jika kita ingin melihat sesuatu secara utuh maka lihatlah dari berbagai sudut pandang yang berbeda". Mungkin kalimat tersebut yang paling cocok sebagai pembuka tulisan saya di sore yang panas ini. Saya ingin melihat dunia yang tenang, tentram dan damai, sehingga tidak ada lagi saling gontok-gontokan. Apapun persoalannya.

Kebenaran itu hanya persoalan sudut pandang, kita dilarang merasa paling benar. Karena tidak akan pernah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Karena kebenaran mutlak milik Yang Maha Kuasa.

Sebagai contoh tulisan saya diatas adalah adanya berbagai kontroversi terkait pembangunan Masjid Al-Alam Kendari.
Masjid yang diresmikan tanggal 17 Oktober 2010 oleh gubernur Sulawesi Tenggara ini diakui atau tidak memang syarat kontroversi.

Seperti di ketahui Teluk Kendari adalah muara berkumpulnya air dari hulu sungai yang ada dibeberapa sungai di Sultra, mulai dari Konawe, Konawe Selatan dan Konawe Utara.

Masjid Al-Alam yang di rancang megah tersebut akan menjadi icon wisata religious di Teluk Kendari. Sebuah tujuan yang sangat mulia bukan ? Namun pembangunannya yang menggunakan cara reklamasi pada teluk Kendari ini, tentu sedikit banyak akan berdampak pada lingkungan perairan.

Dampak positif kegiatan reklamasi adalah peningkatan kualitas dan nilai ekonomi kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, dan penambahan wilayah.

Namun tentu ada juga dampak negatifnya seperti erosi pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan, pencemaran laut, peningkatan potensi banjir dan penggenangan di wilayah pesisir.

Nah dari pembangunan Masjid saja kita dituntut untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda agar hal-hal yang berpotensi adanya konflik karena perbedaan pandangan bisa kita minimalisir.








Wednesday 2 October 2019

Tebing Mandu Tontonan Enrekang


Dua hari yang lalu saya mendapat tugas untuk berkunjung ke Kecamatan Baraka di Kabupaten Enrekang. Dalam perjalanan kesana saya menjumpai tebing yang menjulang tinggi dengan didukung landscape yang sangat indah.

Saya pun memutuskan untuk berhenti sambil rehat sejenak. Menurut beberapa warga yang sedang mengerjakan gasebo, tebing tontonan adalah sebuah situs bersejarah yang dulu dikenal dengan nama serambi mayat.

Situs ini merupakan situs peninggalan prasejarah dimana terdapat mandu atau erong sebagai wadah kubur pada zaman sebelum masuknya Islam. Situs ini terletak di Tontonan Kelurahan Tanete, Kecamatan Anggeraja,  Kabupaten Enrekang.

Tebing Tontonan berdiri kokoh di pinggir sungai Mata Allo dengan kemiringan hampir mencapai 90 derajat.

Rupanya situs ini belum ada pengelolanya.  Pada saat saya datang memang terlihat para pekerja sedang melakukan pembuatan sarana dan prasarana untuk menunjang lokasi tersebut untuk menjadi lokasi wisata.






Berhenti sejenak di Kabupaten Sidenreng Rappang


Setelah berkendara melewati medan berkelok disertai tanjakan dan turunan sejauh 70 KM dari Kabupaten Enrekang, akhirnya saya memasuki Kabupaten Sidenreng Rappang atau yang sering di singkat dengan nama "Sidrap".

Sebuah daerah yang konon demokrasi menjadi sesuatu yang sangat penting sejak dahulu kala, salah satu contohnya adalah penolakan diskriminasi gender di daerah ini.

Perbedaan gender tidak menjadi masalah, khususnya bagi kaum wanita untuk meniti karier sebagaimana layaknya kaum pria. Buktinya, adalah emansipasi wanita sudah ditunjukkan dengan seorang perempuan yang menjadi rajanya, yaitu Raja Dangku, raja kesembilan yang terkenal cerdas, jujur, dan pemberani. Wanita yang kemudian dikenal sukses menjalankan roda pemerintahan di zamannya.

Kabupaten ini sebelah barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Parepare yang akan menjadi tujuan saya selanjutnya.

Agar ada kenangannya saya sempat mengambil dokumentasi di salah satu icon daerah tersebut yaitu Monumen Bambu Runcing di Rappang.

Tuesday 1 October 2019

Romeo dan Juliet ala Toraja


Sebuah kisah Romeo dan Juliet sudah pernah ada di Tana Toraja sejak dulu kala, rupanya  love affair sama kunonya seperti sejarah manusia ya.....hehe..... Saat saya masuk ke Goa di Pemakaman Londa, di sana ada dua tengkorak yang diletakkan berjajar.

Konon itu tengkorak sepasang kekasih yang bunuh diri karena cinta yang tidak kesampaian. Kisah percintaan mereka adalah hubungan yang terlarang. Sebab, keduanya masih dalam satu keluarga bangsawan yang memang dilarang oleh para leluhur mereka.

Karena larangan itu, mereka pun memilih jalan untuk menggantung diri. Pihak keluarga akhirnya menyepakati untuk memakamkan keduanya secara berdampingan di bukit Londa. Dua tengkorak kepala itu pun dikeluarkan dari peti dan disimpan di atas peti yang telah hancur tersebut.

Kisah itu dibenarkan oleh kawan saya Anna yang kebetulan asli orang Toraja dan rumahnya berada di dekat pekuburan tersebut. Keluarga Anna juga dimakamkan di Pekuburan Londa.