Saturday 27 January 2018

Menulis dan Motivasi Saya



Tidak terasa tahun 2018 adalah tahun ke tujuh saya menulis di blog Wiyak Bumi Wiyak Langit. Kurang lebih 300 judul tulisan sudah saya unggah. Dan tentunya hal tersebut saya lalui dengan banyak cerita. Karena bagi saya menulis adalah bagian dari merangkai kenangan, memadukan mozaik-mozaik yang terserak disepanjang jejak perjalanan dan menjadikannya abadi sepanjang masa.

Ada beberapa kawan yang menanyakan kepada saya, kenapa harus repot meluangkan waktu seperti itu ? sebenarnya sudah pernah saya ceritakan mengenai motivasi saya akan hal ini, salah satu dorongan yang membuat saya terus untuk menulis adalah bagaimana agar otak saya bisa terus bekerja, menganalisa, mencatat berbagai hal menarik dan membaginya lewat tulisan di blog.

Selain itu ada kalimat Inspiratif dari Alm. Pramoedya Ananta Toer yaitu seorang tokoh penulis novel terkenal sekaligus kontraversial di Indonesia yang menurut saya cukup menginspirasi, beliau pernah berkata “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Saya teringat betul saat pertama kali menulis. Untuk menceritakan satu peristiwa saja saya membutuhkan waktu yang sangat lama, karena menulis adalah kegiatan yang kelihatannya sederhana namun memerlukan latihan.

Menulis bukan pekerjaan yang sulit melainkan juga tidak mudah. Untuk memulai menulis, setiap penulis tidak perlu menunggu menjadi seorang penulis yang terampil. Belajar teori menulis itu mudah, tetapi untuk mempraktikkannya tidak cukup sekali dua kali. Frekuensi latihan menulis akan menjadikan seseorang terampil dalam bidang tulis-menulis.

Akhirnya, disinilah saya saat ini. Ekspektasi saya dengan menulis sesungguhnya sederhana saja, saya ingin berbagi dan mengabadikan eksistensi. Menjelmakan tulisan-tulisan yang saya buat membuat “tetap hidup” bahkan ketika saya sudah tak berada di dunia fana ini. Saya berharap jejak-jejak ini tak sekedar sebagai kenangan yang tak pernah sirna dibenak orang-orang yang mengenal saya namun juga menjadi hikmah, manfaat bahkan hiburan bagi yang membacanya.

Dan saya akan tetap eksis, hadir dan mengalir melalui tulisan-tulisan....Insya Allah....





Sunday 21 January 2018

Pesawat Terbang Pertama Republik Indonesia


Di setiap perjalanan pasti ada cerita menarik untuk dibagikan. Kali ini adalah kisah tentang cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama Indonesia, yang kini lebih dikenal dengan sebutan Garuda Indonesia dan cerita tentang pesawat pertama Republik Indonesia. Tak diduga ternyata pesawat pertama Indonesia lahir dari sumbangan dana masyarakat Aceh. Pesawat tersebut bernama Pesawat Dakota RI-001 Seulawah. Masyarakat Aceh menyerahkan pesawat terbang Seulawah pada tahun 1948 kepada pemerintah RI untuk meneruskan perjuangan melawan penjajahan Belanda. Sumbangan dari rakyat Aceh tersebut setara dengan 20 kg emas. 
Pada awal beroperasi, RI-001 Seulawah menjadi penghubung Jawa dan Sumatera, mengangkut obat-obatan dari Burma dan India dengan menembus blokade-blokade Belanda. Burung besi ini juga berperan menyelundupkan senjata, amunisi dan perangkat komunikasi dari Burma ke Aceh, untuk logistik perang melawan Belanda. Dengan perangkat radio yang diselundupkan pesawat ini, dari Aceh disiarkan kabar ke penjuru dunia bahwa “Indonesia masih ada”.


Soekarno menggunakannya untuk melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Sumatera dan Jawa untuk mendapat dukungan kemerdekaan RI, juga dipakai dalam menjalin diplomasi demi terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia ke berbagai Negara. RI-001 Seulawah ikut mengangkut tokoh-tokoh bangsa ke luar negeri untuk menjalin hubungan international dalam memperoleh dukungan kemerdekaan.


Pesawat RI-001 sendiri merupakan pesawat yang dibeli atas hasil patungan seluruh Masyarakat Aceh. Soekarno datang ke Aceh pada Juni 1948 untuk meminta dukungan kepada masyarakat Aceh. Soekarno melakukan pertemuan dengan Gubernur Militer, Abu Daud Beureueh di Hotel Aceh, samping Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Presiden RI pertama mengiba agar rakyat Aceh membantu dana pembelian pesawat. Tujuannya untuk memperkuat pertahanan negara dan hubungan antar pulau, menembus blokade Belanda yang mulai menguasai sebagian besar nusantara menyusul agresi militer ke II Belanda. Pusat pemerintah Indonesia di Yogjakarta sendiri kala itu mulai dikuasai lagi Belanda.


Soekarno berargumen bahwa pembelian pesawat tersebut bertujuan untuk memperkuat pertahanan negera dan hubungan antar pulau untuk menembus blokade yang dilakukan Belanda dan juga agresi militer ke II Belanda yang menyebabkan pemerintahan Indonesi di Yogyakarta dikepung saat itu.


“Saya tidak akan makan malam ini, kalau dana untuk itu tidak terkumpul,” kata Soekarno dalam pertemuan diselenggerakan Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA) itu.


Ketua GASIDA, Muhammad Djuned Yusus yang hadir dalam forum, langsung menyanggupinya. Bersama Said Muhammad Daud Alhabsyi, ia memimpin Dakota Found, panitia penggalangan dana. Para saudagar menyumbangkan uang dan emas. Sementara rakyat biasa ikut mengumpulkan hasil pertanian dan peternakannya untuk disumbang ke panitia. Alhasil dalam dua hari terkumpul dana setara 20 kilogram emas atau 130 ribu dolar Singapura.


Beberapa sumber lain mengatakan bahwa, Daud Beureueh yang iba dengan Soekarno langsung memerintahkan Abu Mansor, sekretarisnya untuk mengumpulkan sumbangan untuk perjuangan tokoh pergerakan di Jawa. Sebelum kembali ke Pulau Jawa membawa sumbangan rakyat Aceh, dalam pertemuan akbar dengan rakyat Aceh di Lapangan Blang Padang, Soekarno berorasi mengajak rakyat Aceh membantu perjuangannya.


“Aku meminta kepadamu hai pemuda-pemuda, pemudi-pemudi, ulama-ulama, saudara-saudara, anak-anakku dari angkatan perang, segenap pegawai, segenap rakyat jelata yang berkumpul di sini, di seluruh daerah Aceh, marilah kita terus berjuang,” katanya.
Dalam kunjungannya ke Aceh, Soekarno juga berpesan khusus kepada Daud Beureueh yang ia panggil Kakak, agar mengajak rakyat Aceh membantu perjuangan mengusir Belanda yang masih bercokol di berbagai daerah di nusantara.


“Saya minta bantuan Kakak agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dan Belanda, untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.”


“Saudara Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan itu berupa perang sabil atau perang fisabilillah, perang untuk menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh dalam perang itu maka berarti mati syahid,” jawab Daud Beureueh.


“Kakak! Memang yang saya maksudkan adalah perang yang seperti telah dikobarkan oleh pahlawan-pahlawan Aceh yang terkenal seperti Teungku Cik Di Tiro dan lain-lain, yaitu perang yang tidak kenal mundur, perang yang bersemboyan merdeka atau syahid,” timpal Soekarno”.


Kemudian Soekarno kembali ke Jawa dengan hasil sumbangan rakyat aceh dan kemudian membelikannya sebuah pesawat Dakota DC-3 melalui Singapura pada bulan Oktober 1948. Perwira penerbangan Wiweko Soepono kemudian ditunjuk menjadi Direktur Utama Garuda. Kapal tersebut kemudian diregistrasi atas nama RI-001 Seulaah. RI-001 Seulawah merupakan kapal angkut pertama yang dimiliki oleh Indonesia dan menjadi cikap bakal Indonesian Airways yang saat itu memiliki kantor di Burma (Myanmar). Pendirian di Burma dengan alasan masih besarnya wilayah Indonesia yang diduduki Belanda. RI-001 memiliki panjang badan sepanjang 19,66 m dengan rentang sayap 28,96 m. pesawat ini ditopang dengan tenaga dua mesin jenis pratt dan whitney berbobot 8,030 kg. Pesawat ini memiliki kecepatan terbang maksumum sekira 346 km per jam.


Karena Jasa nya yang besar pesawat ini maka dibangun lah sebuah monumen Pesawat RI-001 yang terletak di lapangan Blang Padang Banda Aceh. Monumen ini diresmikan pada tanggal 29 juli 1984 dan tertera di sebuah batu prasasti yang berada tepat di bawah sayap pesawat. Disana dijelaskan juga bahwa monumen ini dibangun sebagai penghargaan dari TNI angkatan udara kepada rakyat Aceh dalam menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan. Ini merupakan monumen replika pesawat RI pertama sedangkan pesawat aslinya tersimpan di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta.