Monday 27 April 2015

Melihat Atraksi Reog Ponorogo



Pada hari sabtu kemarin saya diundang tetangga untuk menghadiri acara arak-arakan pengantin, nah kebetulan acara tersebut dimeriahkan dengan pementasan Reog Ponorogo. Melihat kesenian tersebut kedua anak saya cukup antusias dalam melihat setiap atraksi yang dimainkan. Dan sepertinya akan tambah menarik jika saya mencoba menceritakan tentang kesenian ini kepada anak saya. 

Reog merupakan salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Hal tersebut dapat digambarkan dengan adanya sosok warok dan gemblak yang menghiasi gerbang kota Ponorogo. 
Adapun tentang asal usul Reog dan warok sendiri, ada beberapa versi cerita populer yang berkembang di masyarakat, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog. 
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk menggambarkan raja Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu. 

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya. 

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.


Sunday 26 April 2015

Mampir di Museum Nike Ardilla



Sudah sekitar satu bulan lebih saya tidak update tulisan di blog, rasanya kangen juga utak-atik tulisan sambil mendokumentasikan obyek-obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Tempat yang ingin saya tulis kali ini adalah salah satu museum yang ada di kota Bandung yang berlokasi di kawasan Jl. Soekarno Hatta. Kebetulan rumah teman saya berada tidak begitu jauh dari lokasi museum tersebut. Nama museumnya adalah Museum Nike Ardilla. 


Sebenarnya disini saya tidak akan menulis banyak tentang Nike Ardilla. Sudah terlalu banyak website, artikel dan blogs yang mengupas si Bintang Kehidupan dari berbagai sisi. Saya hanya berbagi pengalaman kunjungan ke museumnya saja. 

Museum Nike Ardilla adalah sebuah rumah tinggal yang ditempati oleh ibunda Nike, Ny. Ningsirat (atau biasa dipanggil Mamih). Museum Nike Ardilla, berada di lantai atas. Begitu masuk kedalam, tampak sebuah ruangan dengan ukuran yang tidak terlalu besar, berisi memorabilia sang mega bintang. Pandangan saya mulai menyapu setiap jengkal ruangan dan dinding museum. Tiba-tiba muncul rasa gairah dan antusias yang tidak bisa didefinisikan. 

Dinding museum pun mulai bercerita. Foto-foto Nike Ardilla sejak masih kecil dan remaja  dalam berbagai even tarik suara. Tabloid-tabloid yang memajang Nike menjadi covernya dibingkai dengan baik. Berbagai piagam penghargaan atas penjualan album-albumnya yang selalu best seller terpampang di dinding yang lain. Kostum-kostum panggung menempel di dinding dengan tempat khusus, disertai foto, atau cuplikan, kapan Nike menggunakan busana tersebut. Berbagai poster dan lukisan, dalam berbagai gaya dan ukuran terpajang dengan rapi. Disisi lain, berjejer rak-rak kaca, berisi aksesoris yang konon dipakai Nike Ardilla. Ada kalung, giwang, anting, kacamata dan sebagainya. Boleh jadi, semuanya tampak lawas, tapi 20 tahun lalu, aksesoris tersebut mungkin udah paling kece. 

 





Ada juga rak kaca yang lain, didalamnya ada passport atas nama Nike Ratnadilla dan buku tabungan BNI atas nama Nike Ardilla. Ada juga pernak-pernik koleksi pribadi Nike Ardilla, bernuansa Marlyn Monroe dari mulai dasi, mug, t-shirt, dan masih banyak lagi.

Ruangan yang didesain sama persis dengan kamar Nike.
 
 
 
  
Setelah mengambil beberapa gambar didalam museum, saya keluar dan melanjutkan ke beberapa lokasi lain yang ada di kota Bandung.