Saturday 31 August 2019

Catatan Perjalanan dari Sanana ke Ternate Via Laut


Siang ini cuaca cukup cerah di Pelabuhan Sanana, Kepulauan Sula. Terlihat jajaran kapal dengan beragam jenis dan warna sedang bersandar. Ada sejumlah anak buah kapal duduk sambil mengobrol di atas kapal-kapal itu.


Pelabuhan Sanana berfungsi sebagai tempat berlabuhnya kapal barang dan penumpang sekaligus lokasi wisata bagi orang-orang yang ingin melihat suasana pelabuhan beserta kondisi kapal dari dekat.


Tampak pula para calon penumpang yang datang secara berkelompok. Ada yang mengajak anggota keluarganya, ada pula yang datang bersama teman-temannya. Mereka mendekati kapal-kapal tersebut, lalu sesekali mengambil foto bersama dengan latar belakang deretan kapal.

Di depan sebuah kapal, ada seorang pria sedang duduk bersama temannya sembari memandangi suasana pelabuhan beserta para pengunjung yang lalu lalang di hadapannya pada siang ini.

Saya pun mendekati orang tersebut dan mencoba menggali informasi terkait pelayaran yang akan saya jalani sore ini menuju ke Ternate. Karena di Kepulauan Sula terdapat selat yang merupakan segitiga bermuda nya Indonesia. Namanya Selat Capalulu.

Selat ini di apit oleh pulau Mangole dan Taliabu. Selat sempit ini ternyata salah satu selat dengan arus laut terkuat di Indonesia. Ngeri juga ya mendengarnya....hehe...karena ini adalah perjalanan pertama saya mengarungi lautan dengan durasi terlama. Perkiraan antara 14 - 15 Jam dengan jarak tempuh 331 KM. Jadi rasa penasaran terus berkecamuk di benak saya.

Saya lihat counter tempat berjualan tiket sudah buka, saya akhiri perbincangan saya dengan bapak tersebut untuk beli tiket. Karena tiket baru dibuka 2 jam sebelum keberangkatan. Jadi kapal ke ternate berangkat pukul 16.00 Wit dan loket tiket dibuka pukul 14.00 Wit.


Setelah mendapatkan tiket saya bergegas menuju ke kapal. Untuk mencari tempat yang sudah sesuai dengan tiket. Setelah diatas kapal ternyata lokasinya seperti barak tentara. Tempat tidurnya berjajar. Dan setelah saya dapatkan tempatnya saya langsung menaruh barang bawaan yang beratnya minta ampun....


Cukup disini dulu ya catatan perjalanan ini. Nanti akan saya sambung setelah pelayaran ini berlabuh. Pusing juga ngetik di atas kapal.

Benteng De VerWachting Sanana


Saat berada di Sanana sepertinya sangat disayangkan kalau tidak berkunjung ke salah satu peninggalan bangsa Belanda yang terdapat di kota ini. Peninggalan tersebut berupa sebuah benteng yang  menghadap ke teluk Sanana. Namanya Benteng De Ver Watching.


Benteng De Verwachting terletak di Kelurahan Sanana, Kecamatan Sanana Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. Lokasi benteng ini berada tepat di depan pelabuhan Sanana yang berada di pusat kota.

Benteng ini konon dulu pernah dipakai sebagai markas kodim. Dan saat saya melakukan kunjungan kesana digunakan sebagai kantor dinas pariwisata daerah. Saat kami tanya alasannya memang karena kantor dinas pariwisata sedang dilakukan pemugaran. Jadi benteng ini sementara digunakan daripada tidak terpakai.

Memang tradisi menempati bangunan tua sepertinya diterapkan oleh masyarakat sini. Selain agar tetap lestari juga tetap ada yang merawat dan bermanfaat.









Pulau Kucing Sanana Kepulauan Sula


Kalau di Jepang punya Pulau Aoshima disebut Pulau Kucing karena banyak banget kucingnya. Indonesia juga tidak mau kalah. Di Kepulauan Sula terdapat pulau yang bernama Pulau Kucing karena di pulau tersebut di huni banyak sekali kucing.

Sebuah kesempatan yang luar biasa, saya bisa mengunjungi pulau tersebut. Lokasi Pulau nya berada di Kecamatan Fukweu yang berjarak sekitar 1 jam perjalanan darat dari Sanana. Disana anda akan menjumpai dermaga dengan nama serupa yang menjadi gerbang menuju Pulau Kucing dan harus dilanjutkan dengan perjalanan menggunakan perahu sekitar 15 menit untuk menuju ke Pulau Kucing.

#KunjunganKePulauKucing











Wednesday 28 August 2019

Kunjungan ke Pulau Sulabes


Pulau Sulabes menjadi pulau ke 59 di Nusantara yang telah saya kunjungi. Di pulau ini terdapat kota yang bernama Sanana, mungkin buat kebanyakan orang belum terlalu mengenal kota ini. Sanana adalah ibukota dari Kabupaten Kepulauan Sula yang merupakan bagian dari Provinsi Maluku Utara.

Untuk mencapai Sanana, saya cukup beruntung karena bisa dapat tiket pesawat. Karena pesawat yang mendarat di Sanana hanya 2 maskapai yaitu Trigana Air dan Susi Air. Sementara penerbangannya tidak setiap hari ada. Jarak Sanana dengan Kota Ternate kurang lebih 284 km dapat dicapai juga dengan menggunakan transportasi kapal laut, dengan waktu tempuh kurang lebih 14-15 Jam. Kapal berangkat dari Pelabuhan A. Yani Ternate yang juga merupakan pelabuhan bongkar muat di Kota Ternate.

Sampai di Sanana, bukan cuman kesepian yang kau dapati, kamu harus berjuang dengan pencarian akan sinyal handphone dan satu-satunya signal yaitu Telkomsel. Hal indah yang ditemui di sini tentu saja karena kota ini masih segar udaranya, pemandangan alam pantai nan eksotis sangat mudah ditemui di kota ini. Kota Sanana yang penduduknya mayoritas beragama Islam, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai ibadah dan menghormati waktu shalatnya.

Kabupaten Kepulauan Sula memiliki tiga pulau utama yaitu Pulau Taliabu, Mangole, dan Sulabes. Pulau Sulabes sendiri merupakan pulau terkecil dari tiga pulau utama tersebut.



Saturday 3 August 2019

Kampung Sepak Bola Tulehu


Terdapat sebuah kampung di Ambon yang melahirkan banyak pemain bola yang namanya bertengger di Club Nasional, sebut saja Ramdani Lestaluhu & Ambrizal Umanailo (Persija Jakarta), Hendra Bayauw (Mitra Kukar), Alfin Tuassalamony (PBFC), Abduh Lestaluhu, Manahati Lestusen & Pandi Lestaluhu (PS TNI), Hasyim Kipuw (Bali United) dan Ridwan Tawainella (PSM Makassar). Saya yakin nama-nama tersebut tidak asing lagi di telinga kita sebagai pecinta sepak bola di tanah air.

Sebuah kesempatan yang luar biasa bisa berkunjung ke kampung tersebut. Nama kampungnya adalah Tulehu. Sekilas kampung ini tidak ada bedanya dengan kampung lainnya, sebuah kampung yang berlokasi di pinggir pantai. Dan nelayan adalah mayoritas mata pencaharian penduduknya.


Bahkan kawan saya bilang ini lebih cocok nya disebut kampung nelayan hehe....tapi kalau melihat beberapa nama besar di kancah persepakbolaan Indonesia, sepertinya memang bisa disebut kampung sepak bola. Bahkan ada yang bilang kampung ini adalah Brazil nya Sepak Bola Indonesia.

Untuk melengkapi cerita saya diatas, saya merekomendasikan sebuah film Indonesia yang berjudul "Cahaya Dari Timur Beta Maluku" untuk ditonton. Di film tersebut menceritakan tentang tokoh Sani yang dengan segala keterbatasan mampu membangun dunia sepak bola di Maluku saat konflik berkecamuk di Ambon. Yang jelas bagus sekali filmnya, silahkan ditonton deh....




Cukup dulu ya cerita hari ini, besuk kita sambung di cerita lainnya.

Friday 2 August 2019

Ambon Kota Musik


Saat berada di Kota Ambon, hampir setiap sudut ruang terdengar musik. Mulai dari dalam angkot, perempatan jalan, hotel, kantor dan beberapa tempat perniagaan yang saya kunjungi semuanya ada musik.

Ambon memang dikenal dengan musikalitas nya yang tinggi, sejumlah penyanyi dan musisi berkelas nasional pun banyak yang berdarah Ambon seperti Glenn Fredly, Harvey Malaiholo, Utha Likumahua, Melly Manuhutu, Broery Marantika, dan Marcello Tahitoe.

Dan berdasarkan berita yang saya baca sekitar bulan Mei 2019 Direktur UNESCO City Of Music Mannheim, Jerman, Rainer Kern menilai Kota Ambon, sudah siap menjadi kota musik dunia.

Saya sebagai warga Indonesia tentunya sangat mendukung akan hal tersebut. Karena di dunia sejauh ini tercatat baru ada 31 kota yang masuk daftar kota musik dunia. Kota-kota tersebut tersebar di Asia, Eropa, Amerika, Afrika, hingga Oceania. Dan di Indonesia belum ada wakilnya. Semoga Ambon bisa mewakili Indonesia menjadi Kota Musik di Dunia.