Tuesday 11 December 2018

Berburu Kuliner Daging Rusa


Wilayah timur Indonesia mempunyai kuliner khas yang sulit ditemukan di wilayah lain. Kulinernya berupa olahan daging rusa yang dibuat dendeng, abon hingga dibuat sate.

Karena penasaran saya coba mendatangi salah satu warung penjual sate rusa di Kota Dobo. Satu porsi sate rusa dipatok dengan harga 20 ribu rupiah.

Saya pesan 2 porsi bersama teman saya. Dan setelah beberapa saat sate pun datang. Hhmmm.... wanginya khas, cukup menggoda. Saya makan satu tusuk sate rusa... nyam, enak juga. Daging rusa rasanya mirip seperti daging sapi. Bedanya daging rusa sedikit lemaknya.


Tidak berhenti disitu, besuknya saya juga mendatangi penjual dendeng rusa. Saya pesan 1 porsi, harganya tidak terlalu mahal, hanya 15 ribu rupiah saja. Dendeng rusa disajikan bersama nasi kuning. Lagi-lagi bau wanginya membuat selera makan langsung naik. Dan dalam sekejab 1 porsi dendeng rusa beserta nasi kuning sudah habis....hehe....


Banyak dari kawan kami yang menilai kalau rasa daging rusa memang mirip-mirip daging sapi. Nah pertanyaan selanjutnya, bagaimana bisa sih, warga Dobo bisa menyantap rusa?

Saya mulai melakukan Q & A dengan sang penjual, kayak acara beneran aja istilahnya hehe.....sebut saja Ibu Wati sang penjual dedeng rusa menjelaskan bahwa di sini memang masih mudah mendapatkan daging rusa. Dan harganyanya pun masih relatif murah. Pemasok mendapatkan daging dengan cara berburu di hutan.

Beda dengan di tempat saya di Jawa Timur. Daging rusa pasti sulit kita temuai di pasaran.

So that is my experience....

Saturday 8 December 2018

Pulau Wokam seperti Jeda yang tepat waktu

Didalam aktifitas sehari-hari, terkadang diperlukan jeda setelah rutinitas yang melelahkan. Bayangkan bila tidak ada jeda, kehidupan ini mungkin akan menjadi sangat membosankan.

Sangat menarik, tentang jeda. Umumnya, kita menghubungkan jeda dengan sebuah ruang kosong, berjarak, dan mungkin tak berarti.

Namun, jika kita coba mengamati lebih dekat, dan merenungkannya, jeda ini ternyata sangat berarti.

Coba perhatikan, apapun yang ada di dunia ini pasti memiliki jeda, ada ruang, ada jarak kosong antara satu dan lainnya. Bukankah jeda itu penting bagi seseorang ketika membaca? Bukankah jeda itu penting ketika kita ingin mengartikan suatu frasa? Apa jadinya bila di setiap kalimat yang kita tuliskan tak ditemukan jeda, kita akan bingung membacanya.

Jeda juga membuat sesuatu di sampingnya menjadi berarti. Suara sunyi akan membuat sekecil apapun suara setelahnya terdengar amat nyaring. Kata-kata yang keluar setelah orang terdiam, akan sangat kita perhatikan. Jika saja tak ada jeda, mungkin kita akan bosan mendengarnya, karena biasa saja.

Ya, itulah kenapa perlu adanya jeda dalam kehidupan.

Seperti yang saya lakukan di Pulau Wokam adalah bentuk lain dari jeda yang saya artikan. Dan saya yakin diantara kalian pasti memerlukan jeda sesuai dengan kebutuhan masing-masing.


Sedikit Cerita tentang Kepulauan Aru

Selama satu minggu untuk sebuah pekerjaan saya menuju ke Kepulauan Aru, suatu pulau yang bila dilihat di peta berada tepat dibawah pulau Kepala Burung yang merupakan sebutan lain bagi pulau Papua.


Pulau ini terletak di perairan laut Arafura, dan merupakan salah satu pulau terluar Republik Indonesia karena berbatasan langsung dengan benua Australia.

Kepulauan Aru, kalau dilihat dari namanya kita bisa sedikit membayangkan betapa laut berkuasa disana dan menjadi akses penting dalam sistem transportasi. Kurang lebih ada 700 pulau besar dan kecil di kabupaten ini dengan 119 desa tersebar di pulau-pulaunya.

Kalau dilihat di peta, mayoritas pulau-pulau tersebut tampak berkumpul menjadi satu dan hanya dipisahkan oleh sungai-sungai sempit yang membelah dari barat ke timur.


Kenyataannya itu bukan sungai, namun selat karena celah itu berisi air asin dengan hamparan bakau sepanjang aliran sungainya. Mayoritas desa-desa di Aru terletak di tepi laut atau selat tersebut dan membuat kapal dan speedboat menjadi alat transportasi utama di Kabupaten ini. Dobo adalah ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru. Sebuah kota kecil penghasil mutiara terbaik di negeri ini.

Nah itulah sedikit cerita tentang kepulauan Aru. sebenarnya ada beberapa cerita lagi. tapi untuk hari cukuplah dulu ya..




Thursday 6 December 2018

Catatan Kunjungan ke Kepulauan Aru

Hari ini merupakan hari spesial buat saya karena bisa menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu salah satu Kabupaten di Provinsi Maluku, tepatnya di Maluku Tenggara. Saya masuk melalui gerbang udara bandara Rar Gwamar Dobo.

"Bang....perkenalkan nama saya DJ", sayup terdengar suara di samping kiri saya sambil menyodorkan tangan. Saya pun membalas dengan jabat tangan, ternyata dia adalah kawan yang sudah menunggu kedatangan saya.

Sambil menunggu waktu saya pun membuat obrolan singkat tentang daerah baru yang saya kunjungi ini. Interview saya mulai tentang hal-hal ringan mengenai Aru.

Saya dapatkan beberapa hal menarik antara lain pulau ini ternyata kaya akan satwa yang endemik, hutan di Pulau Aru merupakan habitat bagi Cendrawasih Raja, burung Kaka Tua Titam, Manukodia Kilap, Manukodia Terompet, Kangguru dan masih banyak macam jenis hewan yang mendiami kawasan hutan di Pulau Aru.

Yang paling menarik adalah adanya kanguru di Kepulauan Aru. Bukannya kanguru adalah hewan yang hidup di benua Australia ? Tanya saya. Ternyata setelah saya baca beberapa referensi dulunya kepulauan Aru merupakan wilayah Austro-Malaya yang pernah bersatu dengan Australia dan Papua pada zaman es.

Pada tahun 1857 Alfred Russel Wallace menjelajahnya dan tidak memasukan Aru ke kawasan Wallacea. Sekarang pulau ini termasuk wilayah administrasi di Provinsi Maluku.

Pulau Aru berkilau lewat mutiara kelas satu, lewat keindahan alam yang masih terbungkus pantai pasir putih, lewat keanekaragaman budayanya. Aru adalah salah satu surga tersembunyi di Maluku, pulau ini selama berabad abad lamanya telah menjadi penghasil mutiara terbaik.


Dengan bermodal keunikan yang ada tentang Aru, selanjutnya....The adventure is begin.....

Keindahan Tanjung Bongo Galela

Lensa kamera saya serasa tidak ingin berhenti mengabadikan dan menyebarkan setiap keindahan dan kekayaan alam nusantara yang luar biasa ini. Satu lagi lokasi yang ciamik soro bagusnya berada di sebuah tempat yang bernama Galela, Halmahera Utara.

Masyarakat sekitar dan wisatawan yang pernah datang ke tempat ini sering menyebutnya Tanjung Bongo dan tak jarang dari mereka yang memberi predikat miniatur Raja Ampat.

Seperti di Raja Ampat, Tanjung Bongo memiliki gugusan pulau-pulau karang yang sangat menawan, meski ukurannya sangat kecil dibanding gugusan pulau karang di Raja Ampat. Namun keindahannya tidak diragukan lagi.

Di sana banyak spot-spot yang telah disediakan untuk mengabadikan keindahan wisata laut Tanjung Bongo.

Dan sebagai buktinya berikut adalah beberapa dokumentasi yang sempat saya abadikan :