Monday 18 November 2019

Mencoba MRT Jakarta


Sekitar 6 tahun lalu tepatnya tahun 2013, saat berkunjung ke Singapura, saya begitu terkagum-kagum melihat moda transportasi yang disebut MRT di negeri tersebut. Sebuah sarana transportasi yang sangat efektif dan efisien.

Saya sempat mencobanya untuk bepergian ke beberapa tujuan, antara lain ke Marina Bay Station, Raffles Place Station dan Dhoby Ghaut Station. Gerbong digerakkan dengan kecepatan tinggi melaju di bawah tanah. Penumpang masuk ke lokasi tanpa dijaga petugas, semua menggunakan mesin.

Dan saat ini di Jakarta, di ibukota negeri kita, moda transportasi tersebut bisa kita nikmati. Luar biasa.....saya sempat mencobanya untuk pergi ke Stasiun Blok M dari Stasiun Bundaran HI. Dan ternyata sama dengan yang ada di Singapura, gerbong digerakkan dengan kecepatan tinggi dibawah tanah, masuk tanpa petugas dan semua menggunakan mesin.

Friday 15 November 2019

Danau Napabale Pulau Muna


"Selalu ada keindahan disetiap perjalanan, bagaimanapun beratnya medan yang ditempuh, selalu akan ada cerita menarik yang bisa dibagikan".

Siang yang panas menemani perjalanan saya menuju danau air asin yang ada di Muna. Dengan melewati jalan berdebu, aspal yang  berlobang dan medan yang sedikit berkelok seolah menjadi teman setia.

Napabale namanya, dinding-dinding karang berdiri tegak. Tetumbuhan hijau yang hidup di tubuh karang, melambai dan menyejukan mata dan jiwa saat saya tiba.

Danau berwarna hijau tosca. Gua-gua banyak bercerita tentang sejarah. Setiap sudutnya ada kisah. Itulah yang membuat saya terkagum-kagum.

Napabale namamu memang cantik, secantik parasmu.




Thursday 14 November 2019

Mampir di Gua Prasejarah Kabupaten Muna


Jika gambar hewan ini ada di dinding rumah saya, itu hal yang biasa karena si kecil suka corat-coret. Nah kalau ditemukan di dinding goa yang konon usianya sudah ribuan tahun itu baru luar biasa.

Kalau ingin melihat dengan jelas peninggalan Manusia Purba ini berada di Dusun II, Desa Liang Kobori Kabupaten Muna. Lokasi tepatnya di perbatasan Desa Bolo dan Desa Masalili, Kecamatan Lohio, kabupaten Muna. Gua ini berjarak sekitar 10 kilometer dari Kota Raha melalui jalan poros Raha-Mabolu.


Jalanan berdebu dengan aspal yang mengelupas adalah rute yang harus dilewati sejauh 2- 3 kilometer, namun keindahan alam akan menemani kita.

Liang Metanduno masih satu kawasan dengan beberapa gua yang lain, seperti Liang Kobori. Di dalam gua ini terdapat banyak lukisan pada dinding gua yang dibuat pada zaman prasejarah. Lukisan pada gua ini kebanyakan adalah lukisan hewan bertanduk. Hal itulah yang menyebabkan gua ini dinamakan Metanduno, karena "tandu" dalam bahasa muna berarti "tanduk".


Lukisan gua di Pulau Muna umumnya mempunyai warna coklat, dan dibuat dari tanah liat, darah hewan perburuan, dan getah kayu. Lukisan purba di sini didominasi oleh lukisan manusia yang digambarkan dalam berbagai sikap, seperti perkelahian menggunakan senjata, kegiatan perburuan, menari, menaiki kuda, hingga lukisan manusia yang sedang terbang.

Selain itu, lukisan gua di Muna juga menggambarkan cara hidup manusia di Muna yang ribuan tahun lalu bercocok tanam dan beternak. Lukisan yang berpola menyerupai binatang, pola matahari, dan geometris juga ditemukan di dalam gua Muna. Bahkan, ada juga lukisan perahu yang sedang dinaiki oleh manusia.

Konon gua ini ditemukan oleh masyarakat setempat pada tahun 1975. Di dalam gua juga terdapat cerukan batu yang terbentuk secara alami melalui tetesan air, dan akhirnya menjadi tempat penampungan air. Mungkin karena cerukan tersebut banyak terdapat burung walet di dalam gua.

Saat berada didalam goa saya merasakan hawa yang sejuk. Tapi ada juga ngeri-ngeri nya yaitu saat saya menemukan kulit ular. Wah bisa jadi di dalam gua ini juga dihuni binatang melata seperti ular dan sejenisnya.





Singgah di Kepulauan Wilayah Sulawesi Tenggara


Tulisan ini masih menyambung catatan saya tentang Ekspedisi Keliling Sulawesi Tenggara. Kalau sebelumnya hanya berputar-putar di daratan Sultra dengan jarak lebih dari 1000 KM. Kali ini agendanya menjelajahi kepulauan nya. Pulau pertama yang akan di singgahi adalah Buton. Dari Kendari saya memilih transportasi udara.

Penerbangan dijadwalkan pukul 07.20 WITA, ternyata pesawat ke Buton mengalami keterlambatan dan baru tiba di lokasi pukul 08.30 WITA dari jadwal yang seharusnya pukul 07.50 WITA.


Sesampainya di Pulau Buton saya langsung kejar tayang untuk mengunjungi beberapa titik yang sudah direncanakan. Memang agak terburu-bulu sih tapi bagaimana lagi pukul 13.00 WITA saya harus melanjutkan lagi perjalanan via laut menuju Kota Raha di Pulau Muna.

Perjalanan ke Raha di tempuh dalam waktu 2,5 jam dengan menggunakan Kapal Express Cantika 168. Dan jika dilihat dari rute nya hanya melalui selat, jadi tidak begitu terasa ombaknya. Beda dengan pelayaran-pelayaran sebelumnya yang harus melalui laut lepas, ombaknya begitu terasa.

Pukul 15.30 WITA kapal berlabuh di Raha. Karena sudah sore, saya putuskan untuk menginap disana. Agenda keesokan harinya adalah pergi ke beberapa titik di daratan Muna, antara lain Wamponiki, Lakupodo, Lakudo, Watulea dan Katobu. Jadi persiapan sejak pagi adalah keharusan.


Perjalanan darat dengan aspal yang berlubang pun dimulai. Jarak yang ditempuh lumayan jauh yaitu sekitar 150 KM. Sambil sesekali berhenti istirahat kami menikmati pemandangan yang ada.

Kata teman saya, "Bang... di Muna ini matahari sepertinya lebih dari 1. Panasnya luar biasa". Hehe....memang di Muna panas sekali.

Pukul 17.00 WITA kami tiba di Pelabuhan Waara. Dan saya kembali naik kapal menuju ke Baubau. Karena keesokan harinya ada pulau lagi yang harus disinggahi yaitu Wakatobi.

Ke Wakatobi ada 2 alternatif moda transportasi yang bisa saya pilih, laut atau udara. Mengingat jadwal yang padat saya pilih transportasi udara.

Saturday 9 November 2019

Ekspedisi Keliling Sulawesi Tenggara


Jika saya beri judul perjalanan yang saya lakukan kali ini "Ekspedisi Keliling Sulawesi Tenggara", mungkin tidak terlalu berlebihan. Bagaimana tidak, dalam 5 hari terakhir ini saja saya sudah melakukan  perjalanan via darat di Propinsi Sultra dengan jarak tempuh kurang lebih 1000 KM, sebagai perbandingan kalau di Jawa jarak Surabaya ke Jakarta hanya 718 KM. Artinya perjalanan yang saya lakukan memang benar-benar jauh dan menguras energi, belum lagi medan di Sultra sangat berbeda dengan tol lintas Jawa yang mulus. Disini aspal nya banyak lubangnya boss.

Mungkin diantara kawan-kawan ada yang bertanya, kok jauh amat ? Emang kemana aja ? Hehe....namanya juga bertanya, ya nggak apa- apa, coba saya buka google map dulu biar saya ukur. Jarak Kendari ke Wolo Kabupaten Kolaka itu 246 KM. Selesai urusan di Wolo saya kembali lagi ke Kendari melalui jalur Wawotobi di Kabupaten Konawe dengan jarak tempuh yang sama yaitu 246 KM, jadi total jaraknya 492 KM. Hari berikutnya saya lanjutkan memutar kembali untuk menuju ke Boepinang dari Kendari melalui jalur Tinanggea di Kabupaten Konawe Selatan dengan jarak tempuh 213 KM. Dan selesai urusan di Boepinang saya kembali lagi ke Kendari melalui jalur Bombana dengan jarak yang sama yaitu 213 KM. Jadi jika di total semua jaraknya sudah 918 KM. Belum lagi saat di lokasi harus mutar - mutar untuk menemukan tujuan yang akan saya kunjungi. Ya bisa jadi jika ditambahkan semua sudah lebih dari 1000 KM.


Memang ada hal yang harus saya selesaikan disini. Namun saya percaya sejauh apapun jarak yang kita tempuh, jika dilakukan dengan hati senang, pasti tidak akan terasa jauh.

Jika digambarkan lebih detail tentang perjalanan menuju tempat tujuan memang relatif sangat lengang, melewati kebun mete, coklat dan pohon kelapa, yang berjejer, bak menyambut kedatangan saya. *aslinya sih pohon kelapa memang suka berbaris rapi sistematis hehe. Laut lepas menghembuskan pasir, sesekali burung menari kegirangan.

Pemandangan lainnya, warga sibuk memanen kopra dan panen tambak udang, saling silang dalam mengisi perjalanan saya kali ini. Pun termasuk memasuki pertengahan perjalanan , ada sekumpulan kelelawar yang asyik bergelantung di pohon, pinggir pantai.

Jalan yang lumayan berkelok, terbayar lunas dengan pemandangan yang menakjubkan. Di kanan kiri jalan, material batu dan pasir mendominasi, selain itu juga ada rumput yang menyambut kedatangan saya kali ini. Foto-foto macam levitasi, foto ala-ala kadarnya hingga foto-foto tak jelas, sudah cukup menjawab dahaga syukur atas negeri indah ini, Indonesia.

Monday 4 November 2019

Mampir Di Puncak Mowewe


Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam dari Kota Kendari ke arah Kolaka akhirnya saya tiba di dataran tinggi yang cukup representatif untuk berswafoto. Nama lokasinya adalah Puncak Mowewe.

Puncak ini berada di Kecamatan Mowewe, Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tempat wisata yang berada di pinggir jalan penghubung antar provinsi ini memiliki pemandangan alam yang cukup bagus. Selain dikelilingi oleh pepohonan juga terdapat hamparan sawah yang terbentang luas.

Sambil istirahat sejenak kami sempatkan mengambil beberapa dokumentasi.