Thursday 7 August 2014

Menonton Kesenian Orkes Mandailing di Sokela



“Tanpa manusia, budaya tidak ada, namun lebih penting dari itu, tanpa budaya, manusia tidak akan ada” begitulah kata bijak yang dikatakan Clifford James Geertz seorang ahli antropologi asal Amerika Serikat. Sebuah kata bijak yang sederhana namun sangat dalam makna dan filosofinya. Apabila menurut sejarah manusia, mengenai otak dan kecerdasannya yang menghasilkan sebuah budaya berdasar cipta, rasa dan karsa maka disitulah letak peradaban manusia diukur. Dengan terciptanya sebuah budaya, maka manusia tidak akan lepas dari budayanya masing-masing dan selalu tergantung akan budaya tersebut.
Pulau Bawean tidak hanya kaya akan potensi kekayaan alam yang unik dan menakjubkan. Akan tetapi pulau yang satu ini juga kaya akan seni budaya yang beraneka ragam. Hal ini dikarenakan Bawean di bangun oleh ras yang beragam dan di bangun atas hasil modifikasi dari budaya perantau. Seni budaya bawean diantaranya ada kercengan, gelipang, mandailing, dungkah, korcak dan sebagainya. Seni Mandailing terdiri dari personel musik, pembaca pantun, dan penari. Kesenian ini biasanya sering dilaksanakan pada acara pernikahan dan penyambutan hari-hari besar. 
Tadi malam saya sempat mengajak anak saya untuk menonton salah satu kesenian Mandailing di dusun Sokela, Patar Selamat, Sangkapura, Bawean. Hal ini saya lakukan untuk mengenalkan salah satu seni budaya kepada anak saya. Karena budaya ini sudah mulai luntur oleh derasnya arus budaya dari luar yang masuk. Semoga dengan ikut nguri-uri kabudayan ( ikut menghidupkan kebudayaan ) maka warisan budaya ini akan tetap lestari terjaga. 


No comments:

Post a Comment