Tuesday 19 February 2019

Obrolan yang tertunda tentang asal-usul nama Blitar


Sore ini langit mendung menyelimuti kota Blitar, sambil mengendarai mobil, saya melanjutkan perbincangan yang sempat terputus dengan kawan karena harus berkunjung ke rumah salah satu warga di desa Ngadri, Binangun untuk alasan pekerjaan.

Perbincangan kami masih seputar asal-usul nama yang tersemat di kota tempat makam Bung Karno.

Konon dahulu kala terdapat hamparan hutan yang masih belum terjamah manusia di sisi selatan Jawa bagian timur. Segerombolan pasukan Tartar bersembunyi di dalam hutan tersebut dan melakukan pemberontakan yang mengancam eksistensi Majapahit.

Nilasuwarna, ketika itu mengemban tugas dari Majapahit untuk menumpas pasukan Tartar yang bersembunyi di dalam hutan.

Singkat cerita, Nilasuwarna pun berhasil menunaikan tugasnya dengan baik. Bala pasukan Tartar yang bersembunyi di hutan selatan, dapat dikalahkan.

Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, oleh Majapahit, Nilasuwarna diberikan hadiah untuk mengelola hutan selatan, yakni medan perang yang dipergunakannya melawan bala tentara Tartar yang telah berhasil dia taklukkan. Lebih daripada itu, Nilasuwarna kemudian juga dianugerahi gelar Adipati Ariyo Blitar I dengan daerah kekuasaan di hutan selatan.

Kawasan hutan selatan inilah, yang dalam perjalanannya kemudian dinamakan oleh Adipati Ariyo Blitar I sebagai Balitar (Bali Tartar). Singkatan dari "Bali (pulang) dari melawan Tartar", nama tersebut sebagai tanda atau pengingat untuk mengenang keberhasilannya menaklukkan hutan tersebut.

Sejak itu, Adipati Ariyo Blitar I mulai menjalankan kepemimpinan di bawah Kerajaan Majapahit dengan baik.

Dan sampai saat ini kota Blitar berkembang dengan pesat seiring dengan modernisasi kehidupan.


No comments:

Post a Comment