Eksotis, mistis, dan fantastis! Ketiga kata itulah yang menggambarkan keindahan Rawa Pening. Taman wisata yang identik dengan kisah Baru Klinting. Taman Wisata Rawa Pening terletak di daerah Ambarawa. Akses menuju Rawa Pening tergolong mudah karena berada di Jalan Raya Semarang-Salatiga. Danau Rawa Pening sangatlah luas. Saat musim hujan, luas danau ini mencapai 4.500 hektare. Danau ini semakin eksotis karena dibentengi delapan buah gunung, yakni Gajah Mungkur, Merbabu, Telomoyo, Kendil, Kelir, Ungaran, Rong, dan Kendalisodo pada sisi selatan, barat, dan utara. Menikmati indahnya Rawa Pening dengan menyewa perahu jadi pilihan yang tepat. Dari atas perahu bisa dilihat hamparan hijau eceng gondok berbalut birunya langit. Sembari terus menyusuri danau, pengunjung akan menemukan aktivitas kehidupan nelayan di Rawa Pening. Aura mistis akan tergambar saat memotret keindahan panorama danau itu. Saking indahnya, danau ini sering disebut surga bagi para fotografer. Konon kabarnya, suasana pagi di Rawa Pening sangat misterius dan mistis. Apalagi jika ditambah ritual yang sering dilakukan oleh penduduk sekitar. Menurut salah satu sesepuh, Pandiman, ada beberapa mistis terkait sumber pembangkit listrik di Dam Jragung Tuntang. Tepatnya 6 Juli 1998, saat pagi buta ada kejadian luar biasa mengusik ketenangan air Rawa Pening. "Tiba-tiba, muncullah tanah dari dasar di tengah rawa pening seluas 5 hektare," cerita Pandiman. Setelah ditelusuri kembali, ternyata peristiwa ini bukan kali pertama. Sebelumnya, tahun 1965 peristiwa serupa terjadi. Saat itu, menjelang kejatuhan Presiden RI pertama Ir Soekarno. Sedangkan peristiwa kedua sesudah kejatuhan Presiden RI kedua, Soeharto. "Mungkin pertanda ada suatu kejadian besar di negeri ini," kata Pandiman mereka-reka. Adapun kata ketiga adalah fantastis. Eceng gondok tumbuh subur di sini dan merupakan salah satu komoditas yang bisa dimanfaatkan sebagai mesin pencari uang. Tanaman sejenis gulma ini dapat diubah jadi produk siap jual seperti tas, kursi, meja, tempat tidur, serta hiasan rumah lainnya. Di samping itu, Rawa Pening juga menghasilkan sejumlah ikan sekaligus sumber penghasilan bagi nelayan. Tak hanya eceng gondok, bahan baku lain yang bisa dimanfaatkan menjadi furnitur adalah bambu cendani atau bambu kecil, daun pandan, daun mangga, daun sirih, dan lamtoro. Legenda Baru Klinting Baru Klinting dan naga merupakan dua hal yang sangat identik dengan Rawa Pening.
Dikisahkan, pada abad VIII tersebutlah Desa Wening dengan penduduk yang rukun dan damai. Pada suatu kali, sang raja hendak menggelar hajatan tahunan. Untuk meramaikan pesta besar-besaran ini, setiap warga diwajibkan menyajikan lauk-pauk. Menyambut perintah sang demang, penduduk pun segera mencari lauk-pauk ke hutan. Di tengah hutan, ada beberapa penduduk yang sedang kelelahan bersandar di sebuah pohon. Tanpa berpikir panjang, mereka langsung memotong akar pohon tempat bersandar mengusir kelelahan. Seketika, darah segar langsung keluar begitu kapak ditancapkan. Mereka masih belum menyadari akar pohon yang dipotong adalah badan dari seekor naga yang sedang bertapa selama delapan tahun. Mereka lantas girang karena perburuan beberapa hari membuahkan hasil. Saatnya tiba pergelaran dimulai. Sebuah pesta besar-besaran langsung dihelat. Di tengah keramaian pesta, muncullah seorang bertubuh kecil, kulit bersisik, kotor, dan sangat menjijikkan. Anak berumur delapan tahun itu bernama Baru Klinting.
Tak lain dan tak bukan, Baru Klinting adalah sukma naga yang merasuk di tubuh anak kecil tersebut. Dia meminta sedikit makanan dari warga yang sedang merayakan pesta. Melihat kondisinya, tidak ada seorang pun warga yang mau menolong. Lantas, dia menyelenggarakan sayembara untuk mencabutsodho lanang (semacam lidi) yang telah ditancapkan. Semua penduduk desa berlomba mencoba mencabut sodho lanang. Alhasil, tidak ada penduduk desa yang berhasil menjawab tantangan. Setelah memastikan tidak ada lagi penduduk yang mencoba, akhirnya Baru Klinting mencabut sendiri. Begitu dicabut, air kecil keluar di balik lubang tancapan. Semakin lama, air semakin besar dan membeludak. Sementara itu, luapan air yang semakin lama semakin membesar yang sampai saat ini kita kenal dengan Rawa Pening. "Sumber air yang berasal dari tancapan sodho lanang sekitar 267 meter ke arah timur dari dermaga Bukit Cinta," ujar Pandiman.
No comments:
Post a Comment