Saturday 8 March 2014

Tegal Laka-laka


"Tegal Laka-Laka"....awalnya saya penasaran dengan kata-kata ini, ketika saya berkunjung ke Tegal baru saya ketahui, bahwa Laka-laka (bahasa Tegal) artinya jarang ada atau langka. Kalau diterjemahkan secara harfiah artinya jarang ada jarang ada atau langka-langka.

Tetapi demikianlah uniknya bahasa Tegal. Perulangan kata; laka yang pertama dimaksudkan sebagai pokok ungkapan, kemudian kata laka kedua merupakan penegas/penyemangat. Kata laka-laka juga berarti; bukan main, hebat, top, luar biasa, sebagai bentuk ungkapan memuji (rasa kagum) terhadap sesuatu hal.
Sebelumnya juga pernah populer slogan Tegal Keminclong Moncer Kotane, slogan yang sebenarnya sudah bagus. Tetapi mau berapa pun slogan itu dibikin tidaklah penting benar, yang penting adalah konsistensinya. Sebagaimana konsistensi Tegal tempo doeloe, Tegal yang disimbolkan sebagai banteng loreng ginoncengan bocah angon

Simbol banteng loreng adalah gambaran watak orang Tegal yang keras hati dan teguh pendirian, ginoncengan (dibonceng) bocah angon (anak gembala) artinya; betapapun keras watak orang Tegal, ia akan menjadi luluh/lembut bila berhadapan anak gembala sekalipun, asal tahu cara mengambil hatinya. Bocah angon melambangkan si kecil/rakyat kecil yang lugu dan jujur.

Adipati Martoloyo adalah simbol watak pemimpin Tegal yang tegas, keras hati, teguh pendirian, yang meletakkan nilai kebenaran, kejujuran dan harga diri di atas segalanya. Kekuasaan bagi Martoloyo adalah martabat, kekuasaan tanpa martabat adalah pecundang.
Karena tidak ingin jadi pecundang kekuasaan, Martoloyo memilih mati demi harga diri. Brubuh Martoloyo-Martopuro merupakan antiklimaks dari nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan harga diri itu. "Sekali berarti, setelah itu mati!" (pinjam puisi Chairil Anwar) barangkali itulah sikap Martoloyo selaku penguasa Tegal waktu itu.

No comments:

Post a Comment