Di balik
keindahannya, Kawah Putih ternyata menyimpan mitos dan misteri yang tetap
terjaga hingga kini. Lantas seperti apa mitos tersebut?
Kawah Putih terletak pada ketinggian 2.215 meter di atas permukaan laut. Kawah tersebut ada di puncak Gunung Patuha yang tingginya 2.436 meter di atas permukaan laut.
Gunung Patuha sendiri konon berasal dari nama Pak Tua atau Patua. Bahkan masyarakat setempat menyebutnya sebagai Gunung Sepuh yang berarti gunung tertua di Jabar. Sejak ratusan tahun lalu, gunung itu dianggap angker oleh warga sekitar.
Konon zaman dulu tak ada yang berani mendekati gunung tersebut. Bahkan burung pun enggan melintas terbang di atas Gunung Patuha. Apa penyebabnya?
Misteri itu kemudian terungkap pada 1837 oleh seorang peneliti botanis kelahiran Jerman bernama Franz Wilhelm Junghuhn. Junghuhn tak langsung percaya mendengar cerita tersebut. Ia lalu melakukan penelitian di sana.
Gunung Patuha yang saat itu masih berupa hutan belantara ditembus Junghuhn yang penasaran ingin melakukan penelitian di sana. "Saat melakukan perjalanan, ia menemukan sebuah danau kawah yang indah. Dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya menusuk hidung.
Diketahui bahwa di lokasi terdapat kandungan belerang yang sangat tinggi. "Hal itulah yang menyebabkan burung enggan terbang melintas di atas Kawah Putih," jelasnya.
Kawah Putih terletak pada ketinggian 2.215 meter di atas permukaan laut. Kawah tersebut ada di puncak Gunung Patuha yang tingginya 2.436 meter di atas permukaan laut.
Gunung Patuha sendiri konon berasal dari nama Pak Tua atau Patua. Bahkan masyarakat setempat menyebutnya sebagai Gunung Sepuh yang berarti gunung tertua di Jabar. Sejak ratusan tahun lalu, gunung itu dianggap angker oleh warga sekitar.
Konon zaman dulu tak ada yang berani mendekati gunung tersebut. Bahkan burung pun enggan melintas terbang di atas Gunung Patuha. Apa penyebabnya?
Misteri itu kemudian terungkap pada 1837 oleh seorang peneliti botanis kelahiran Jerman bernama Franz Wilhelm Junghuhn. Junghuhn tak langsung percaya mendengar cerita tersebut. Ia lalu melakukan penelitian di sana.
Gunung Patuha yang saat itu masih berupa hutan belantara ditembus Junghuhn yang penasaran ingin melakukan penelitian di sana. "Saat melakukan perjalanan, ia menemukan sebuah danau kawah yang indah. Dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya menusuk hidung.
Diketahui bahwa di lokasi terdapat kandungan belerang yang sangat tinggi. "Hal itulah yang menyebabkan burung enggan terbang melintas di atas Kawah Putih," jelasnya.
Sementara
setelah penemuan tersebut, di lokasi sempat dibangun pabrik belerang bernama
Zwavel Ontgining Kawah Putih saat zaman kolonial Belanda. Tak hanya itu, usaha
pabrik belerang itu juga sempat dilanjutkan Jepang dengan nama Kawah Putih
Kenzaka Gokoya Ciwidey di bawah penguasaan militer Jepang.
Selain mitos tersebut, ada juga mitos lain yang hingga kini masih terjaga dan dipercaya masyarakat setempat. Mitos itu yakni di salah satu Puncak Patuha yakni Puncak Kapuk. Konon di sana merupakan tempat pertemuan para leluhur yang dipimpin Eyang Jaga Satru untuk memperbincangkan kesejahteraan dan keamanan masyarakat melalui penjagaan kelestarian hutan.
"Makam-makam para leluhur tersebut dipercaya berada di Puncak Kapuk. Sehingga pada waktu tertentu sering ada orang yang kebetulan melihat seekor dombanya yang bulunya hijau mirip lumut atau dalam bahasa setempat disebut lumur. Domba itu kemudian disebut domba lukutan yang dipercaya sebagai ternak peliharaan para leluhur.
Sementara di sana juga tradisi yang terus dijalankan hingga kini. Tradisi itu berupa ruwatan yang dijalankan para sesepuh atau mereka yang dituakan sebagai pemangku adat di sekitar Kawah Putih.
Tradisi tersebut merupakan bentuk rasa syukur pada Sang Maha Pencipta. Persembahan bernuansa Islami tersebut dipadukan dengan keindahan seni budaya Sunda. Ruwatan tersebut dijalankan di waktu tertentu yang sudah ditetapkan.
Selain mitos tersebut, ada juga mitos lain yang hingga kini masih terjaga dan dipercaya masyarakat setempat. Mitos itu yakni di salah satu Puncak Patuha yakni Puncak Kapuk. Konon di sana merupakan tempat pertemuan para leluhur yang dipimpin Eyang Jaga Satru untuk memperbincangkan kesejahteraan dan keamanan masyarakat melalui penjagaan kelestarian hutan.
"Makam-makam para leluhur tersebut dipercaya berada di Puncak Kapuk. Sehingga pada waktu tertentu sering ada orang yang kebetulan melihat seekor dombanya yang bulunya hijau mirip lumut atau dalam bahasa setempat disebut lumur. Domba itu kemudian disebut domba lukutan yang dipercaya sebagai ternak peliharaan para leluhur.
Sementara di sana juga tradisi yang terus dijalankan hingga kini. Tradisi itu berupa ruwatan yang dijalankan para sesepuh atau mereka yang dituakan sebagai pemangku adat di sekitar Kawah Putih.
Tradisi tersebut merupakan bentuk rasa syukur pada Sang Maha Pencipta. Persembahan bernuansa Islami tersebut dipadukan dengan keindahan seni budaya Sunda. Ruwatan tersebut dijalankan di waktu tertentu yang sudah ditetapkan.
No comments:
Post a Comment