Tuesday 10 December 2013

Rumah Pengasingan Bung Karno di Parapat


Beberapa hari lalu, saya menginjakkan kaki di Parapat. Di kota yang terletak di pinggir danau Toba tersebut terdapat rumah tempat tinggal Bung Karno selama menjalani pengasingan. Rumah bergaya bangunan Eropa itu masih berdiri megah.
Rumah tersebut terletak persis di pinggiran danau Toba. Rumah tersebut berlantai dua. Konon, rumah ini bekas vila para mandor perkebunan Belanda. Di tahun 1949, rumah tersebut menjadi saksi getirnya perjuangan para pemimpin Republik.
Pada akhir Desember 1949, tiga pemimpin Republik Indonesia, yakni Bung Karno, Sjahrir, dan Haji Agus Salim, di buang Sumatera Utara. Awalnya mereka ditempatkan di Brastagi. Namun tak lama kemudian, ketiganya dipindahkan ke Parapat.

Di Parapat ketiga pemimpin Republik itu menempati rumah bekas tempat peristirahatan orang-orang Belanda. “Rumahnya sangat indah dan cantik,” kata Bung Karno. Rumah itu terletak di ketinggian dan langsung menghadap ke danau Toba. “Sangat indah pemandangan itu,” kenang Bung Karno dalam buku otobiografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Di rumah itulah Bung Karno menghabiskan hari-harinya. Sebagai orang tawanan, Bung Karno tidak bebas. Kabar tentang keberadaannya di Parapat ditutup rapat. Dengan begitu, rakyat Indonesia di Parapat tidak begitu mengetahuinya. Yang menarik, seperti diceritakan Bung Karno sendiri dalam otobiografinya, kendati berada di bawah pengawasan yang ketat dari tentara Belanda, Bung Karno tetap berupaya membangun komunikasi dengan dunia luar. Itu sedikit kisah tentang bangunan tempat pengasingan Bung Karno di Parapat. 

Sayangnya Rumah pengasingan itu tidak diperuntukkan sebagai museum sejarah. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menjadikan rumah bersejarah itu sebagai “Mess Pemda”. Tamu-tamu Pemprov Sumut diinapkan di rumah itu. Akibatnya, furniture rumah tersebut sudah tidak asli lagi. Tak hanya itu, masyarakat umum juga tidak bisa mengakses rumah bersejarah itu.

 




1 comment:

  1. Kenapa pak tidak bisa diakses oleh masyarakat. Bukannya bagus untuk menarik pengunjung yang tertarik dengan sejarah?

    ReplyDelete