Monday, 4 January 2016

Cerita asal-usul Sungai Brantas



Banyak diantara kita yang sangat gandrung dengan bacaan fiksi dan dongeng. Kali ini saya mencoba menulis ulang tentang sebuah kisah asal-usul sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo. Sungai ini memiliki daerah aliran sungai atau DAS seluas 11.800 km² atau ¼ dari luas Provinsi Jawa Timur. Panjang sungai utama 320 km mengalir melingkari sebuah gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Kelud. Sungai ini bernama Sungai Brantas.
Sungai Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas (Kota Batu) yang berasal dari simpanan air Gunung Arjuno, lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto sungai ini bercabang dua manjadi Kali Mas (ke arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Sidoarjo).

Menurut beberapa sumber yang sempat saya baca mengenai asal-usul sungai brantas yaitu pada jaman dahulu kala, di Jawa Timur ada sebuah kerajaan besar. Kerajaan Kahuripan namanya. Rajanya bernama Prabu Airlangga. Prabu Airlannga berasal dari Pulau Bali. Ia adalah seorang putra raja di Bali. Saat usia Prabu Airlangga sudah tua, Ia ingin menjadi pertapa. Tahta Kerajaan Kahuripan akan di serahkan pada Putri Permaisurinya yang hanya seorang. Ia putri yang cantik jelita. Namanya Sanggramawijaya. 

Sanggramawijaya menolak keinginan Ayahanda nya. Ia tidak punya keinginan menjadi Raja. Yang menjadi keinginan Sanggramawijaya adalah menjadi seorang pertapa. Ia lalu meminta restu ayahanda nya menjadi pertapa di Goa Selomangleng (Di Kaki Gunung Klotok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri). Ia pun mengubah namanya menjadi Dewi Kilisuci. 
Prabu Airlangga lalu berkeinginan menyerahkan tahta kerajaan pada putranya yang berasal dari selir (Istri tidak resmi). Kebetulan sekali, Ia memiliki dua putra dari selir. Kedua Putranya bernama Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Prabu kebingungan untuk memilih salah satu yang akan di beri tahta Kerajaan Kahuripan.

Prabu Airlangga berusaha mencari jalan keluar yang adil. Ia menyuruh Empu Baradha untuk pergi ke Bali. Empu Baradha disuruh meminta tahta kerajaan milik Ayahanda Prabu Airlangga di Pulau Bali untuk salah satu putranya.

Namun, Tahta kerajaan milik ayahanda Prabu Airlangga di Bali sudah diberikan kepada adik Prabu Airlangga.

"Tahta milik Ayahanda Prabu Airlangga di Pulau Bali sudah diberikan kepada adik Prabu Airlangga yang bernama Anak Wungsu!" Lapor Empu Baradha setibanya dari Pulau Bali.

"Tak apa-apa, Bapak Empu! Terima kasih Bapak Empu sudah melaksanakan apa yang kusuruh. Sekarang bantu aku membagi Kerajaan Ini dengan adil untuk kedua putraku, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan!"

"Baiklah, Baginda Raja! Bagaimana kalau hamba yang membagi kerajaan Kahuripan ini menjadi dua bagian yang sama besar?"

"Itu lebih baik Bapak Empu! Tapi, bagaimana caranya Bapak Empu membagi kerajaan ini menjadi dua bagian sama besar?"

"Serahkan semuanya pada hamba,Baginda Raja! Hamba yang akan mengaturnya!"

"Baiklah Bapak Empu! Kuserahkan semua persoalan ini kepada Anda!"

Keesokan harinya, Empu Baradha terbang sambil membawa Kendi ( Teko dari tanah liat ) berisi air. Dari angkasa, ia tupahkan air kendi itu sambil terbang melintas persis di tengah-tengah Kerajaan Kahuripan. Ajaibnya, Tanah yang terkena tumpahan air Kendi langsung berubah menjadi sungai. Sungai itu semakin besar dan airnya deras. Sungai itu sekarang bernama Sungai Berantas. 
Kerajaan Kahuripan pun sekarang terbagi menjadi dua bagian. Batasnya adalah ciptaan Empu Baradha. Prabu Airlangga pun menyerahkan dua bagian dari Kerajaan Kahuripan itu kepada Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.

"Bagian Kerajaan Kahuripan sebelah timur sungai aku serahkan pada Putraku Mapanji Garasakan! Kerajaan itu aku beri nama Kerajaan Jenggala, Sedangkan bagian barat sungai aku serahkan pada putraku Sri Samarawijaya. Kerajaan itu kuberi nama Kerajaan Panjalu/Kadiri ( sekarang Kota Kediri )." titah Prabu Airlangga.

Kini tentramlah hati Prabu Airlangga. Ia dengan tenang pergi dari Kerajaan Kahuripan ( Sebelum terbelah ) untuk menjadi seorang pertapa. Prabu Airlangga menjadi pertapa di Pucangan. Ia mengganti namanya menjadi Maharesi Gentayu. Ketika meninggal dunia, Jenazah Prabu Airlangga dimakamkan di lereng Gunung Penanggungan sebelah timur.


Demikian sekelumit cerita asal-usul Sungai Brantas.



No comments:

Post a Comment