Thursday, 27 November 2014

Merapat di Tepi Sungai Serayu



Selamat Siang Banyumas, kali ini saya datang untuk melihat dari dekat SungaiMu......hehe.....sepertinya aneh banget......terus mungkin ada yang bertanya kenapa kok melihat sungai? Apa hubungannya? Begini ceritanya......beberapa hari terakhir ini teman-teman saya dikantor lagi demam dengan lagu keroncong klasik ciptaan seorang komposer yang bernama Soetedja pada tahun 1940-an. Lagunya berjudul “Di Tepi Sungai Serayu”. Jadi karena saking seringnya kita naik kereta dan berhenti di stasiun Purwokerto atau stasiun Kroya lagu ini selalu kami dengar. Dan sampai suatu saat salah satu dari teman saya bertanya.....nada ketika ada kereta berhenti di stasiun Purwokerto itu apa ya......? terus teman saya yang satunya menjawab Oo.......itu lagu yang berjudul “Di Tepi Sungai Serayu”. Nah......berawal dari situ mulailah kami searching lagu tersebut untuk kita download. Ada yang dijadikan ring tone, ada yang diputar saat jam kerja dll. Buat saya ini sesuatu hal yang harus dikunjungi dan ditulis dalam catatan Wiyak Bumi Wiyak Langit.....hehe.... 
Tapi memang seingat saya, pertama kali mendengar lagu ini ya di Stasiun Purwokerto. Khas! Jadi, kalau di stasiun-stasiun lain saya harus melihat dulu keluar jendela untuk mengetahui papan plang yang bertuliskan nama stasiun, tidak begitu kalau saya lagi di Stasiun Purwokerto. Cukup mendengar nada awal dari lagu ini dan saya sudah yakin kalau saya sedang berhenti di stasiun Purwokerto atau stasiun Kroya.
Memang, meski sama-sama terinspirasi dari sebuah sungai yang mengalir, lagu ini tidak bisa menjadi seterkenal lagu keroncong lainnya yang juga terinspirasi dari sebuah sungai, yaitu lagu Bengawan Solo yang diciptakan sama Mbah Gesang. Entahlah! Mungkin momennya yang tidak pas, atau promosinya yang kurang. Mungkin juga karena jaman dulu belum ada iklan, ringtone atau yang sejenisnya. Jadinya lagu ini tidak mudah menyebar dan dikenal sama masyarakat luas. Atau apa ya? Entahlah. Saya sendiri juga kurang begitu tahu.
Kalau kita mengutip sedikit dari bait lirik di lagu ini, ada syair yang mengatakan “warna air sungai nan jernih / beralun berkilauan”. Kalau sekarang kita cocokan lirik ini sama kondisi Sungai Serayu saat ini, pasti kita akan mengernyit dan bertanya. “Sungai Serayu yang mana nih yang dimaksud?”. “Orang sungainya coklat begitu kok. Masak sih jernih?” Hehe. Itu duluuu! Dulu di tahun 1940an saat lagu ini baru diciptakan. Kalau sekarang ya iya, sungainya butek. Coklat begitu. Orang kita juga kok yang bikin butek itu sungai.


Liric Lagunya kurang lebih seperti ini:



Ditepinya Sungai Serayu  
Waktu fajar menyingsing  
Pelangi merona warnanya  
Nyiur melambai-lambai


Warna air sungai nan jernih  
Beralun berkilauan  
Desir angin lemah gemulai
Aman tentram dan damai


Gunung Slamet nan agung  
Tampak jauh disana  
Bagai sumber kemakmuran 
Tirta kencana


Indah murni alam semesta  
Tepi sungai Serayu  
Sungai pujaan bapak tani  
Penghibur hati rindu
 

 


No comments:

Post a Comment