Ada nama ada cerita, kurang
lebih seperti itu ketika saya menjumpai kata Probolinggo. Sebuah kota yang
dilalui jalur daendels ini ternyata mempunyai kisah yang sangat menarik untuk
diceritakan. Siapa sangka bahwa kota yang terletak sekitar 100 km sebelah
tenggara Surabaya ini dulu dikenal dengan sebutan “Banger”, yaitu nama
sebuah sungai yang mengalir di tengah daerah. Banger merupakan pedukuhan kecil
di bawah pemerintahan Akuwu di Sukodono. Nama Banger sendiri dikenal dari buku Negarakertagama yang
ditulis oleh pujangga kerajaan Majapahit yang terkenal yaitu Mpu Prapanca.
Penasaran dengan ceritanya...yuk kita simak ulasan berikut :
Konon
sejarah nama Probolinggo berawal saat Prabu Hayam Wuruk dengan didampingi Patih
Amangku Bumi Gadjah Mada melakukan perjalanan keliling ke daerah-daerah dalam
rangka mendekatkan diri dengan rakyatnya. Daerah yang dimaksud antara lain
Lumajang dan Bondowoso. Perjalanan tersebut dimaksudkan agar Sang Prabu dapat melihat
sendiri bagaimana kehidupan masyarakat di pedesaan dan sekaligus melihat
sejauhmana perintahnya dapat dilaksanakan oleh para pembantunya. Dalam
perjalanan inspeksi tersebut Prabu Hayam Wuruk singgah di desa Banger, desa
Baremi, dan desa Borang. Desa tersebut sekarang ini menjadi bagian wilayah
administrasi Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo (Kelurahan Sukabumi,
Mangunharjo, Wiroborang). Singgahnya Prabu Hayam Wuruk di desa Baremi, Banger
dan Borang, disambut masyarakat sekitar dengan penuh sukacita. Pada hari Kamis
Pahing (Respati Jenar) tanggal 4 september 1359 Masehi, Prabu Hayam Wuruk
memerintahkan kepada rakyat Banger agar memperluas Banger dengan membuka hutan
yang ada di sekitarnya yang selanjutnya akan dijadikan sebagai pusat
pemerintahan. Perintah itulah yang akhirnya menjadi landasan sejarah hari
lahirnya Kota Probolinggo.
Banger mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan perkembangan
zaman. Hal ini ternyata menarik perhatian dari Bre Wirabumi (Minakjinggo), Raja
Blambangan yang berkuasa. Hingga pada akhirnya Banger dapat dikuasai oleh Bre
Wirabumi. Bahkan Banger pernah menjadi kancah perang saudara antara Bre
Wirabumi (Blambangan) dengan Prabu Wikramardhana (Majapahit) yang dikenal
dengan “Perang Paregreg”.
Pada masa pemerintahan VOC, setelah kompeni dapat meredakan Mataram, dalam
perjanjian yang dipaksakan kepada Sunan Pakubuwono II di Mataram, seluruh
daerah di sebelah timur Pasuruan, termasuk Banger, diserahkan kepada VOC pada
tahun 1743. Untuk memimpin pemerintahan di Banger, pada tahun 1746 VOC
mengangkat Kyai Djojolelono sebagai Bupati pertama di Banger, dengan gelar
Tumenggung. Kyai Djojolelono adalah putera Kyai Bolo Djolodrijo (Kiem Boen),
seorang patih Pasuruan.
Pada
akhirnya Tumenggung Djojolelono diganti oleh Tumenggung Djojonegoro. Ketika
Tumenggung Djojonegoro memegang pemerintahan, pada tahun 1770 nama Banger
diganti menjadi PROBOLINGGO, dimana PROBO dalam bahasa sansekerta berarti sinar
sedangkan LINGGO berarti tanda peringatan atau tugu. Hal ini ada hubungannya dengan
cerita kuno yaitu jatuhnya sebuah benda bercahaya (meteor) dan tempat jatuhnya
benda tersebut oleh raja-raja dahulu dipilih sebagai tempat untuk mendapatkan
perdamaian dan mengakhiri perselisihan.
Nah kurang lebih seperti ceritanya, semoga menambah wawasan kita semua.
No comments:
Post a Comment