Sebuah pengalaman wisata religi baru saja
saya alami, entah ini karena suatu kebetulan atau tidak. Sepulang dari ziarah
ke makam Sunan Gunung Jati, saya merasakan sebuah ketentraman jiwa yang luar
biasa. Mungkin banyak juga yang mengalami hal yang sama seperti saya. Sudah lama
sebenarnya saya berkeinginan mengunjungi makam ini, namun baru kali ini bisa
terwujud. Kompleks makam Sunan Gunung Jati adalah langganan tujuan wisata
spiritual umat Islam, baik yang tinggal di wilayah Cirebon maupun tempat lain
di Indonesia. Sunan Gunung Jati adalah salah satu diantara sembilan orang
penyebar agama Islam terkenal di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Songo.
Bila ditarik garis keturunannya maka silsilah sebelum Sunan Gunung Jati akan
sampai kepada Nabi Muhammad SAW melalui cucu Nabi yang bernama Imam Husain.
Pada masa kejayaannya Sunan Gunung Jati juga dikenal sebagai Pemimpin rakyat
karena beliau pernah menjadi raja di Kasultanan Cirebon, bahkan sebagai sultan
pertama Kasultanan Cirebon yang dulunya bernama Keraton Pakungwati.
Kompleks
Makam Sunan Gunung Jati memiliki lahan seluas lima hektare, terletak di Desa
Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Jaraknya kira-kira 3 km
sebelah utara Cirebon. Selain tempat utama untuk peziarah, kompleks ini
juga dilengkapi tempat pedagang kaki lima, alun-alun, lapangan parkir, dan
fasilitas umum lain. Kawasan Makam Sunan Gunung Jati terdiri dari dua kompleks
makam. Yang utama ialah Kompleks Makam Sunan Gunung Jati di Gunung Sembung
terdiri dari sekitar 500 makam, letaknya di sebelah barat Jln. Raya
Cirebon-Karangampel-Indramayu. Yang satu lagi yakni Kompleks Makam Syekh Dathul
Kahfi di Gunung Jati, berada di timur jalan raya. Aura mistis begitu kental terasa saat saya masuk lebih dalam ke areal Makam. Terkagum-kagum saya melihat ratusan
makam berjejer rapi nan artistik.
Kompleks Makam Sunan Gunung Jati di
Gunung Sembung memiliki 9 pintu utama (Lawang Songo). Namun demikian untuk
peziarah umum, hanya diizinkan sampai pintu ke-4 di serambi muka Pesambangan.
Serambi muka dibatasi Lawang Gedhe, pintu pembatas bagi peziarah umum. Area di
depan Lawang Pasujudan Makam Sunan Gunung Jati ini merupakan tempat dimana para
peziarah biasa berkumpul dalam kelompok-kelompok dan bersama-sama berzikir
memanjatkan doa.
Pintu ke-5 sampai 9, lebih ekslusif,
hanya diperuntukkan bagi keturunan Sunan Gunung Jati, yakni para sultan dan
kerabatnya di Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Pusat dari kompleks
yakni Makam Sunan Gunung Jati berada setelah pintu ke-9, terletak di Puncak
Gunung Sembung yang tingginya mencapai 20 meter. Di sebelah barat serambi muka
ada Lawang Mergu, diperuntukkan bagi para peziarah Tiong Hoa yang ingin berdoa
untuk Putri Ong Tien Nio. Inilah sebabnya mengapa terdapat begitu banyak
keramik dengan kondisi baik dan berornamen unik juga gambar yang menarik
seperti burung, orang berpakaian khas Tionghoa dan bunga-bunga. Rupanya
keramik-keramik aneka warna yang terintegrasi di dinding itu dibawa oleh Putri
Ong Tien Nio dari China.
Kota Cirebon merupakan salah satu kota di
Jawa Barat yang cukup terkenal berkat adanya makam Syarif Hidayatullah, seorang
mubaligh, pemimpin spiritual, dan sufi yang juga dikenal dengan sebutan Sunan
Gunung Jati. Peristirahatan terakhir Sunan Gunung Jati dan keluarganya ini
disebut dengan nama Wukir Sapta
Rengga. Makam ini terdiri dari sembilan tingkat, dan pada tingkat
kesembilan inilah Sunan Gunung Jati dimakamkan. Sedangkan tingkat kedelapan ke
bawah adalah makam keluarga dan para keturunannya, baik keturunan yang dari
Kraton Kanoman maupun keturunan dari Kraton Kasepuhan. Di makam ini terdapat pasir malela yang berasal dari
Mekkah yang dibawa langsung oleh Pangeran Cakrabuana, putera Sri Baduga
Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjadjaran. Karena proses pengambilan
pasir dari Mekkah itu membutuhkan perjuangan yang cukup berat, maka pengunjung
dan juru kunci yang akan keluar dari kompleks makam ini harus membersihkan
kakinya terlebih dahulu, agar pasir tidak terbawa keluar kompleks walau hanya
sedikit. Larangan tersebut merupakan instruksi langsung dari Pangeran
Cakrabuana sendiri.
Sunan Gunung Jati atau Syarif
Hidayatullah lahir sekitar tahun 1450 dari ayah bernama Syarif Abdullah bin Nur
Alam bin Jamaluddin Akbar asal Gujarat, India, yang dikenal sebagai Syekh
Maulana Akbar oleh kaum Sufi, dan ibu bernama Nyai Rara Santang, putri Sri
Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang.
Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya
Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat. Selain berperan besar dalam
penaklukan Sunda Kelapa oleh Fatahillah pada 22 Juni 1527, yang sebelumnya
merupakan satu-satunya kota pelabuhan yang masih dikuasai oleh Kerajaan Sunda
Pajajaran. Konon pada saat jatuhnya ibu kota Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran
pada 1568, Sunan Gunung Jati memberi dua pilihan. Pilihan pertama, para
pembesar Istana Pakuan yang masuk Islam akan dipertahankan kedudukan dan
gelarnya sebagai Pangeran, Putri atau Panglima dan boleh tetap tinggal di
keraton masing-masing. Sebagian besar Pangeran dan Putri Raja menerima pilihan
pertama ini. Pilihan kedua adalah bagi yang tidak masuk Islam harus keluar dari
ibukota Pakuan dan pindah ke pedalaman Banten, yang sekarang bernama Cibeo.
Panglima dan Pasukan Kawal Istana yang jumlahnya 40 orang memilih keluar dari
ibukota, yang kemudian menjadi cikal bakal penduduk Baduy Dalam.
wah, makasih nih udah share pengalamannya. :-)
ReplyDeleteTawassul kan kegiatan itu, bukankah tawassul merupakan perbuatan syirik.
ReplyDeleteKnapa hal itu d biarkan ya, apa ya yg jd dasar pembiaran kegiatan syirik tersebut berlangsung terus...
ReplyDeleteBukankah itu perbuatan sufi....coba lihat dan baca apa itu aliean sufi, boleh ga sufi itu?
ReplyDeleteKepriwen kuen ya apa pada blih ngerti kabeh sirae
ReplyDeleteThanks banget infonya, Sangat membatu bos
ReplyDelete