Setelah menaiki mobil sekitar 30 menit dari pusat kota Tamiang Layang ke arah Banjarmasin, akhirnya saya tiba di perbatasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Terlihat langit Desa Pasar Panas, Barito Timur sudah memerah yang menandakan pergantian siang ke malam mulai tiba. Tepat di dekat tugu perbatasan terdapat kompleks rumah adat yang berseberangan dengan Kantor Dinas Pariwisata. Satu dari rumah adat itu difungsikan sebagai museum. Masyarakat menyebutnya dengan sebutan Museum Lewu Hante. Sambil beristirahat kami menyempatkan untuk mampir sejenak.
Lewu Hante
dalam bahasa Dayak Maanyan yang berarti Rumah betang. Karena letak dari rumah
betang ini berada di wilayah kabupaten Barito Timur yang mayoritas
masyarakat menggunakan bahasa Maanyan, maka saya menyebut nya “Lewu Hante".
Di dalam museum yang sudah tutup ketika saya berada disana ini katanya memiliki beberapa koleksi peninggalan jaman dahulu seperti pistol peninggalan perang, piring malawen, guci kuno, samurai jepang dan senjata tradisional dayak lainnya seperti mandau dan tombak.
Di depan museum Lewu Hante Pasar Panas Kabupaten
Barito Timur di bangun sebuah tugu Perbatasan dengan patung Burung Manengang
atau burung Enggang di puncaknya, burung yang semakin langka ini merupakan ciri
khas Pulau Kalimantan, hampir setiap provinsi menggunakannya sebagai icon. Dan apabila
kita berfoto disini artinya sedang berada di perbatasan antara kalimantan
Tengah dan kalimantan Selatan.
Konon banyak kegiatan-kegiatan seperti festival
pentas seni, Festival Jajaka Barito Timur dan musik sering diselenggarakan di
lewu hante Pasar Panas, karena lewu hante ini memiliki panggung seni dan
halaman yg luas sebagai tembat berkumpulnya masyarakat.
Mungkin itu sedikit catatan saya saat
berkunjung ke Museum Lewu Hante, sampai ketemu lagi di catatan-catatan
perjalanan selanjutnya.
No comments:
Post a Comment