Kalimantan
merupakan salah satu pulau di Indonesia yang sangat kaya akan ragam seni budaya.
Dan di sore yang dibalut mendung ini saya akan mengajak rekan-rekan menjelajahi
Pulau Borneo dengan membahas salah satu karya seni bernilai tinggi dari Suku Dayak.
Sudah
siap ? yuk kita mulai….untuk melengkapi mandau, masyarakat Suku Dayak
menggunakan talawang atau tameng
dalam berperang. Sama halnya dengan mandau, talawang merupakan benda budaya
yang lahir dari kepercayaan masyarakat Dayak terhadap kekuatan magis. Selain
itu, talawang juga memiliki
sisi estetis yang ditunjukkan pada motif ukirannya.
Talawang dibuat dari kayu ulin atau kayu besi.
Tapi ada juga yang terbuat dari kayu liat. Kayu jenis ini merupakan bahan pokok
yang sering digunakan dalam pembuatan talawang.
Kayu-kayu tersebut dipilih karena selain ringan, juga mampu bertahan hingga
ratusan tahun.Seperti perisai pada umumnya, talawang berbentuk persegi panjang yang dibuat runcing pada bagian atas dan bawahnya. Panjang talawang sekitar 1-2 meter dengan lebar maksimal 50 centimeter. Sisi luar talawang dihias dengan ukiran yang mencirikan kebudayaan Dayak, sementara bagian dalamnya diberi pegangan.
Seiring
berjalannya waktu, talawang
mengalami pergeseran nilai kegunaan. Jika dahulu talawang digunakan sebagai pertahanan terakhir dalam berperang,
kini talawang lebih berfungsi
sebagai benda pajangan yang bernilai estetis sekaligus ekonomis. Termasuk sebagai
ukiran pada dinding.
Sedikit
cerita mengenai motif ukiran pada talawang atau perisai dayak yang saya coba
tulis ulang agar menambah wawasan budaya kita.
Konon pada jaman dulu
terdapat legenda Pengayau orang Iban, yakni Langindang dan Langkacang. Pada
saat pertempuran sengit berlangsung , tubuh Langindang tiba-tiba bergidik
melihat perisai Langkacang. Tubuhnya menjadi lemas . Ia pun ketakutan luar
biasa karena perisai Langkacang yg bermotif Iban Laki-Laki. Lain dengan
Langkacang, Ia tiba-tiba iba dengan Langindang ketika menatap perisai yang
digunakan Langindang. Perisai Langindang yg bermotif Iban perempuan , malah
menyurutkan semangat tempurnya, karena kasihan dengan musuh.
Legenda orang Dayak
Iban tentang pertempuran Langindang dan Langkacang, menggambarkan keyakinan
suku Dayak Iban pada motif-motif yg dilukis diatas perisai. Masing-masing motif
disimbolkan sebagai Gergasi (mahluk supranatural). Bagi Dayak Iban, perisai
untuk berperang mempunyai dua macam jenis ukiran, yakni Laki-laki dan Perempuan.
Perbedaan jenis
ukiran ini bukan dipandang dari segi penggunaannya, namun dari segi pengaruh
magisnya. Motif Ukiran Perisai Laki-laki dipercaya mempengaruhi orang agar
lemah semangat, takut luar biasa ketika memandang motifnya. Sedangkan motif Perisai
perempuan, bisa membuat orang yang melihatnya merasa iba dan timbul rasa
kasihan.
Perisai laki-laki
digambar dengan motif-motif Gergasi. Gergasi digambarkan sebagai raksasa ,
memiliki tenang yg kuat, raut wajah yg menakutkan serta sepasang matanya merah
menyala dengan dua pasang taring runcing. Warna yg digunakan untuk menggambar
motif ini didominasi warna merah darah. Pada jaman dahulu, para pengayau
menggunakan darah musuh dan dicampur dengan warna buah rotan sebagai penambah
warna perisai.
Sedangkan ukiran
Perisai perempuan digambarkan Gergasi yg dibuat sedemikian rupa sehingga
menggambarkan kelembutan, keramahan dan persahabatan. Walaupun dipersepsikan
sebagai Gergasi, gambaran watak Gergasi Perempuan tidak sama dengan Gergasi
Laki-laki. Warna yg digunakan dalam menggambar perisai perempuan kebanyakan
warna cerah seperti, kuning dan Putih. Pada jaman Dahulu warna-warna tersebut
diambil dari kunyit dan kapur sirih.
Mungkin itu sedikit cerita mengenai motif talawang
yang hampir dilupakan oleh generasi muda.
No comments:
Post a Comment