Saturday, 19 March 2016

Berkunjung ke Museum Trinil



Berada di Kabupaten Ngawi tidak berkunjung ke Museum Trinil sepertinya ada yang kurang pas. Mungkin pada saat sekolah SD dulu kita pernah mendengar nama ini pada saat pelajaran sejarah. Dan kita sebagai orang Jawa Timur rasanya malu kalau sampai tidak mengenal museum yang satu ini, museum yang sudah dikenal dunia internasional. Sudah banyak turis baik itu dari lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke museum ini. Sebagai obat rasa penasaran dan mencoba mengangkat nama museum trinil, pada tanggal 15 Maret 2016 saya bersama kawan saya yang bernama Mas Koekoeh berkunjungan ke lokasi museum trinil yang berjarak kurang lebih 14 Km dari kota Ngawi ke arah barat, tepatnya di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar atau pada Km 11 jalan raya jurusan Ngawi-Solo.

Lokasi museum trinil ini memang terletak di daerah perkampungan dan juga dikelilingi sungai Bengawan Solo. Lokasinya pun lumayan jauh dari dari jalan raya. Setelah beberapa menit perjalanan akhirnya sampai juga di Museum Trinil. Suasana disana lumayan nyaman, dengan pepohonan dan juga adanya taman yang tertata cukup rapi. Yang nampak jelas ketika masuk lokasi museum adalah patung gajah raksasa. 


Kemudian kami masuk ke sebuah gedung yang di pintu masuknya terdapat dua buah gading besar. Di dalam ruangan itulah terdapat replika dan fosil-fosil koleksi dari museum trinil.

Kami juga disambut oleh pengelola museum tersebut, dia adalah pak agus, beliau adalah salah satu pengelola disitu dan sekaligus orang yang ditunjuk BP3 Trowulan untuk mengelola museum ini. Dari Pak Agus kami mulai bertanya tentang museum ini. Dan ternyata beliau ini adalah penemu dari salah satu fosil yang terdapat di ruangan tadi. Pak Agus Hadi Widiyarto ini adalah orang yang menemukan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonochepahus Ivory) yaitu gading gajah purba yang hidup pada jaman pleistosen pada tahun 1991. Dia menemukan fosil gading gajah ini secara kebetulan saja, lokasi dimana ditemukan fosil ini adalah tempat bermain anak-anak dan ada juga yang sempat tersandung dengan gading ini, tapi mereka tidak mengira kalau ternyata itu adalah sebuah fosil gading gajah. Awalnya Pak Agus ini penasaran kemudian melakukan penggalian bersama masyarat sekitar. Dia bercerita bahwa dia menemukan fosil itu sekitar pukul 16.30, waktu itu adalah musim kemarau dan memang masyarakat disitu untuk MCK menggunakan air dari bengawan tersebut. Dari hasil temuannya tersebut dia mendapatkan imbalan uang sebesar 1 juta rupiah dari pemerintah dan diangkat sebagai pengelola museum trinil.
Foto bersama pak Agus penemu Fosil Gading Gajah Purba Stegodon
Menurut Pak Agus sebelum ditemukannya fosil-fosil didaerah sini, dulu pada saat jaman penjajahan Belanda, seorang Arkeolog Belanda bernama E Dubois menemukan fosil manusia purba. Dubois ini dulu tinggal di benteng Van De Bosc (letaknya di desa Pelem, Ngawi) masyarakat Ngawi menyebutnya dengan nama benteng pendem. Dubois melakukan expedisi ini karena ketertarikannya dengan cerita masyarkat disini dengan adanya cerita balung buto. Pada tahun 1891-1893 dubois melakukan expedisi bersama para napi, dan akhirnya menemukan fosil manusia purba. Hasil penemuan itu dibawanya ke Belanda. Sebagai penanda bahwa di tempat itu ditemukan fosil manusia purba, Dubois membangun monumen kecil disitu yang bertujuan ingin menunjukkan posisi di temukannya PE I tahun 1891-1893. Expedisi berikutnya yaitu tahun 1900 dilakukan seorang professor asal jerman bernama Selenka, dia juga menemukan fosil manusia purba, dan hasil temuan tersebut dibawa ke Jerman. Ekspedisi berikutnya yaitu tahun 1952 dilakukan dari pihak Universitas Gajah Mada Jogjakarta (Prof T Yakub), dan menemukan fosil tumbuhan dan hewan saja. Dan pada tahun 1986, mbah Wiro merintis museum trinil ini. Ada kesamaan museum trinil dengan museum sangiran (Sragen, Jawa Tengah) dan yang di Pacitan, ketiga museum ini semuanya mempunyai replica fosil-fosil yang sama.

Ketika kami bertanya masalah pengelolaan museum ini, Pak Agus mengatakan bahwa area didalam museum dikelola oleh BP3 dan area diluar museum dikelola oleh pemda, dalam hal ini adalah dinas pariwisata Ngawi. Harapan dari para pengelola museum ini adalah bahwa pihak pemda ngawi melakukan atau mempromosikan museum trinil ini, mereka mengatakan bahwa pada umumnya masyarakat ngawi sendiri belum mengenal semua dengan museum trinil ini. Oleh sebab itu saya pun berusaha menulis tentang Museum ini agar bisa lebih terkenal lagi.

Berikut adalah dokumentasi dari hasil kunjugan ke museum trinil :
 
Monumen ditemukannya Fosil

Sungai Purba Bengawan Solo tempat ditemukannya fosil

 
 
 
 


No comments:

Post a Comment