Berada di Kabupaten Ngawi tidak
berkunjung ke Museum Trinil sepertinya ada yang kurang pas. Mungkin pada saat sekolah
SD dulu kita pernah mendengar nama ini pada saat pelajaran sejarah. Dan kita
sebagai orang Jawa Timur rasanya malu kalau sampai tidak mengenal museum yang
satu ini, museum yang sudah dikenal dunia internasional. Sudah banyak turis
baik itu dari lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke museum ini. Sebagai obat
rasa penasaran dan mencoba mengangkat nama museum trinil,
pada tanggal 15 Maret 2016 saya bersama kawan saya yang bernama Mas Koekoeh berkunjungan
ke lokasi museum trinil yang
berjarak kurang lebih 14 Km dari kota Ngawi ke arah barat, tepatnya di Dukuh
Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar atau pada Km 11 jalan raya jurusan
Ngawi-Solo.
Lokasi museum trinil
ini memang terletak di daerah perkampungan dan juga dikelilingi sungai Bengawan
Solo. Lokasinya pun lumayan jauh dari dari jalan raya. Setelah beberapa menit
perjalanan akhirnya sampai juga di Museum Trinil. Suasana disana lumayan
nyaman, dengan pepohonan dan juga adanya taman yang tertata cukup rapi. Yang
nampak jelas ketika masuk lokasi museum adalah patung gajah raksasa.
Kemudian
kami masuk ke sebuah gedung yang di pintu masuknya terdapat dua buah gading
besar. Di dalam ruangan itulah terdapat replika dan fosil-fosil koleksi dari
museum trinil.
Kami
juga disambut oleh pengelola museum tersebut, dia adalah pak agus, beliau adalah
salah satu pengelola disitu dan sekaligus orang yang ditunjuk BP3 Trowulan
untuk mengelola museum ini. Dari Pak Agus kami mulai bertanya tentang museum
ini. Dan ternyata beliau ini adalah penemu dari salah satu fosil yang terdapat
di ruangan tadi. Pak Agus Hadi Widiyarto ini adalah orang yang menemukan fosil
gading gajah purba (Stegodon
Trigonochepahus Ivory) yaitu gading gajah purba yang hidup
pada jaman pleistosen pada tahun 1991. Dia menemukan fosil gading gajah ini
secara kebetulan saja, lokasi dimana ditemukan fosil ini adalah tempat bermain
anak-anak dan ada juga yang sempat tersandung dengan gading ini, tapi mereka
tidak mengira kalau ternyata itu adalah sebuah fosil gading gajah. Awalnya Pak
Agus ini penasaran kemudian melakukan penggalian bersama masyarat sekitar. Dia
bercerita bahwa dia menemukan fosil itu sekitar pukul 16.30, waktu itu adalah
musim kemarau dan memang masyarakat disitu untuk MCK menggunakan air dari
bengawan tersebut. Dari hasil temuannya
tersebut dia mendapatkan imbalan uang sebesar 1 juta rupiah dari pemerintah dan
diangkat sebagai pengelola museum trinil.
Foto bersama pak Agus penemu Fosil Gading Gajah Purba Stegodon |
Menurut
Pak Agus sebelum ditemukannya fosil-fosil
didaerah sini, dulu pada saat jaman penjajahan Belanda, seorang Arkeolog Belanda bernama E Dubois menemukan
fosil manusia purba. Dubois ini dulu tinggal di benteng Van De Bosc
(letaknya di desa Pelem, Ngawi) masyarakat Ngawi menyebutnya dengan nama
benteng pendem. Dubois melakukan expedisi ini karena ketertarikannya dengan
cerita masyarkat disini dengan adanya cerita balung buto. Pada tahun 1891-1893
dubois melakukan expedisi bersama para napi, dan akhirnya menemukan fosil
manusia purba. Hasil penemuan itu dibawanya ke Belanda. Sebagai penanda bahwa
di tempat itu ditemukan fosil manusia purba, Dubois membangun monumen kecil disitu yang
bertujuan ingin menunjukkan posisi di temukannya PE I tahun 1891-1893. Expedisi
berikutnya yaitu tahun 1900 dilakukan seorang professor asal jerman bernama Selenka, dia juga menemukan fosil manusia purba, dan hasil temuan tersebut
dibawa ke Jerman. Ekspedisi berikutnya yaitu tahun 1952 dilakukan dari pihak
Universitas Gajah Mada Jogjakarta (Prof T Yakub), dan menemukan fosil tumbuhan
dan hewan saja. Dan pada tahun 1986, mbah Wiro merintis museum trinil ini. Ada
kesamaan museum trinil dengan museum sangiran (Sragen, Jawa Tengah) dan yang di Pacitan, ketiga museum ini semuanya mempunyai replica fosil-fosil yang sama.
Ketika
kami bertanya masalah pengelolaan museum ini, Pak Agus mengatakan bahwa area
didalam museum dikelola oleh BP3 dan area diluar museum dikelola oleh pemda,
dalam hal ini adalah dinas
pariwisata Ngawi.
Harapan dari para pengelola museum ini adalah bahwa pihak pemda ngawi melakukan
atau mempromosikan museum trinil ini, mereka mengatakan bahwa pada umumnya
masyarakat ngawi sendiri belum mengenal semua dengan museum trinil ini. Oleh
sebab itu saya pun berusaha menulis tentang Museum ini agar bisa lebih terkenal
lagi.
Berikut adalah dokumentasi dari hasil
kunjugan ke museum trinil :
Monumen ditemukannya Fosil |
Sungai Purba Bengawan Solo tempat ditemukannya fosil |
No comments:
Post a Comment