Friday, 5 January 2018

"Karebosi" Mitos yang membola dari bibir ke bibir

Saat berada di Makassar terdapat tempat yang menarik buat saya, namanya adalah Karebosi. Tempat ini begitu melegenda dalam mitos turun temurun masyarakat Bugis Makassar. Konon sejak lahirnya Kota Makassar, lapangan yang merupakan lahan relaksasi warga ini telah ada. Kisah membola dari bibir ke bibir yang pada akhirnya masuk ke telinga saya begitu kuat membuat rasa penasaran semakin menjadi-jadi. Berbagai referensi telah saya buka dan memang begitu banyak versi mengenai asal muasal keberadaan Karebosi. Salah satu kisah yang sempat saya baca adalah sebagai berikut :

Pada zaman pendudukan Belanda (VOC), Makassar bernama Jumpandang. Nama ini merupakan pemberian kolonialisme yang diambil dari harafiah “ujung pandangan” atau “batas penglihatan”. Pemberian nama tersebut bukan tanpa sebab, sewaktu hendak menginvasi Makassar kuno, pihak VOC terbentur kendala dalam spionasis atau pengintaian. Tersebutlah Karebosi yang merupakan hutan nenas dan pandan, yang notabene merupakan penghalang pengintaian mereka terhadap benteng Gowa yang menjadi prioritas penaklukan. Lalu VOC pun menjalankan siasat licik dengan menggunakan strategi lihai yang tak pernah terpikirkan oleh Kerajaan Gowa, yakni menembakkan meriam-meriam yang berisi amunisi “gulden” atau uang emas Belanda.

Penduduk sekitar hutan terhipnotis oleh strategi ‘iming’ dan menebas pohon-pohon lebat yang berada di kawasan ‘Karebosi’ untuk mencari dan mengumpulkan ‘gulden’ yang telah menebar di sana. Alhasil, dalam sekejap hutan-hutan pandan menjadi gundul dan memudahkan Belanda mengintai Kota Jumpandang.

Setelah leluasa mengintai Kota Jumpandang, maka terlihatlah sehamparan sawah yang dilintasi anak sungai yang menyambung ke benteng Fort Roterdam dan kemudian bermuara ke laut di depan benteng. Karebosi dulunya disebut “parang lampe”, dalam bahasa Indonesia dapat diartikan “lapangan panjang dan lebar”. Saat Lapangan Karebosi di revitalisasi dan diadakan galian untuk pondasi bangunan, air yang berasal dari dalam tanah bukanlah air endapan hujan, melainkan air yang menyambung ke laut.

Karebosi dulunya dijadikan alun-alun pasamuan para raja se-Sulawesi Selatan sebagai tempat berkumpul untuk bermusyawarah dalam mengambil suatu kebijakan maupun keputusan, atau melakukan acara besar tertentu.

Kini wajah Karebosi sudah berubah sesuai perkembangan jaman. Pemkot Makassar menjadikannya sebagai kota dengan konsep modernis.  


No comments:

Post a Comment