Cuaca agak sedikit mendung di Ternate masih
mengiringi perjalanan kami saat itu. Matahari bersinar tidak terlalu panas.
Banyak lokasi yang kami kunjungi sesuai dengan harapan untuk mengisi waktu liburan
di Ternate. Hampir seluruh tempat bersejarah di Ternate memiliki kaitan dengan
penjajah, masyarakat lokal, dan kesultanan. Umumnya tempat yang kami datangi
masih cukup terawat dengan baik, hingga kami mengunjungi suatu benteng yang
bernama Benteng Kastela.
Benteng
ini berlokasi di Kelurahan Kastela, Kecamatan Pulau Ternate. Pertama sampai di
situs ini, hal pertama yang kami lakukan adalah mengidentifikasi bentuk benteng
ini secara utuh. Namun, kami hanya melihat puing-puing saja dengan bebatuan
yang disusun membentuk sebuah taman. Obyek sejarah ini memang sudah dipugar
pemerintah setempat dan dibentuk menyerupai taman.
Benteng Kastela memiliki kisah yang luar biasa
untuk diceritakan. Dulu di tempat ini pernah terjadi kejadian yang merupakan
salah satu tonggak sejarah perjuangan kemerdekaan masyarakat Ternate.
Kebanggaan ini terekam dalam sejumlah dokumen dan bukti nyata dalam keberadaan Benteng
Kastela.
Menurut sejarah benteng ini dibangun selama
beberapa tahap dalam kurun waktu 20 tahun, awalnya bernama Nostra Senhora de
Rosario yang berarti “Wanita Cantik Berkalung Bunga Mawar”. Hingga saat ini
belum diketahui secara pasti mengapa nama ini diberikan pada Benteng yang
berfungsi sebagai pertahanan Portugis tersebut. Benteng ini cukup besar dan
menjadi salah satu benteng penting bagi kekuasaan Portugis di wilayah Ternate
saat itu.
Seperti diketahui pada berbagai kisah rakyat
Ternate, hubungan antara penguasa Portugis dan masyarakat lokal Ternate yang
dipimpin oleh seorang Sultan tidaklah harmonis. Bangsa Portugis beserta
tentaranya benar-benar menjalankan fungsinya sebagai penjajah dengan baik dan
sukses membuat rakyat Ternate begitu benci pada mereka. Melalui sebuah tipu
muslihat, pada tanggal 27 Februari 1570 sang penjajah Portugis pun berhasil
mengundang Sultan Khairun, Sultan Ternate pada masa itu untuk datang ke Benteng
Kastela. Sultan Khairun pun menyanggupi undangan tersebut tanpa ada prasangka
buruk di baliknya. Ternyata undangan tersebut adalah akal picik Portugis untuk
membunuh Sultan Ternate. Akhirnya, Sultan Khairun pun dibunuh secara keji oleh
Antonio Pimental atas perintah Gubernur Portugis ke-18 di wilayah Maluku, Diego
Lopez de Mesquita. Baabullah, anak Sultan Khairun pun naik takhta dan menuntut
pemerintah kolonial Portugis bertanggung jawab dengan menghukum Gubernur Lopez.
Namun, tuntutan ini tidak digubris dan hal inilah yang akhirnya membangkitkan
emosi Sang Sultan pewaris takhta baru.
Sultan Baabullah beserta rakyat Ternate
mengepung Benteng Kastela yang kala itu juga dikenal sebagai Benteng Gam Lamo
(berarti kampung besar) selama 4 tahun dan mengultimatum agar Portugis
mengangkat kaki dari Ternate. Momentum inilah yang merupakan titik tolak
perjuangan rakyat Ternate melawan penguasa dan penjajah. Melalui peristiwa ini
rakyat Ternate belajar tentang bagaimana persatuan itu penting dalam
mempertahankan apa yang menjadi hak mereka. Ternate adalah tanah air mereka dan
berbagai sumber daya alam di dalamnya layak untuk mereka perjuangkan. Akhirnya
pada tahun 1578 penjajah Potugis pun resmi meninggalkan Ternate dan Spanyol
serta Belanda pun sudah menunggu giliran memasuki wilayah Ternate. Benteng
Kastela kini hanya tinggal puing-puing semata, namun semangat perlawanan
terhadap penjajah masih terasa secara simbolis di tempat ini. Setiap batu yang
menyusun Benteng Kastela seakan bercerita bahwa jiwa-jiwa pemberani telah
ditakdirkan lahir di Tanah Ternate untuk membela serta mempertahankan harga diri
Kesultanan Ternate dan seluruh rakyat Ternate. Walaupun kondisi benteng sudah
tidak utuh lagi, namun semangat perjuangan rakyat Ternate masih tetap utuh
bertahan di seluruh bagian Benteng Kastela.
Dan giliran kita sebagai generasi penerus untuk
menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah ini.
No comments:
Post a Comment