Mitos dan legenda yang beredar tentang fenomena unik alam seperti asal usul suatu tempat, benda dan lain-lain selalu menarik untuk digali. Legenda semacam ini pastinya menjadi kekayaan tersendiri bagi kebudayaan masyarakat Indonesia. Nah pada hari Minggu yang agak mendung ini saya ingin mengajak kawan-kawan semua untuk sedikit mengulas tentang kisah Watu Ulo yang berada di pantai selatan Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Watu Ulo merupakan salah satu rangkaian dari pantai selatan yang berada di Kota Jember. Di Pantai ini terdapat sebuah batu yang memanjang tepat dibibir pantai. Bentuk dari batu tersebut menyerupai ular, seolah-olah bersisik layaknya replika sebuah ular raksasa. Sosok batu inilah yang membuat Pantai Watu Ulo mempunyai eksotisme tersendiri.
Nama Pantai Watu Ulo berasal dari bahasa Jawa, yaitu “Watu” yang berarti Batu dan “Ulo” yang berarti Ular. Jadi Pantai Watu Ulo dapat diartikan sebagai Pantai Batu Ular. Keunikan struktur batu tersebut memunculkan banyak legenda serta cerita mengenai asal-usulnya.
Berikut adalah kisah asal usul Watu Ulo yang saya sadur dari
buku Mitos dalam Tradisi Lisan
Indonesia Karya Dr. Sukatman, M.Pd. :
Pada zaman dahulu Ajisaka datang ke tanah Jawa. Di Jawa,
negeri Medang Kamula, ia mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan kesaktian
kepada masyarakat. Saat mengajari murid-muridnya, ilmunya didengar ayam yang
sedang mencari makan di bawah pondok perguruannya. Seharusnya, siapapun tidak
boleh mendengar ajaran Ajisaka, selain murid yag sudah diijinkan. Karena
mendengar matra-mantra yang diajarkan kepada muridya, seekor ayam itu mendadak
bertelur yang amat besar, tidak seperti biasanya.
Saat telur itu dierami dan menetas, ternyata yang keluar
dari cangkang telur bukan anak ayam, tetapi anak naga raksasa,
yang mampu berbicara seperti manusia. Anak naga itu bicara terus, dan
menanyakan siapa ayahnya. Oleh masyarakat setempat naga itu diberi tahu kalau
ingin tahu siapa ayahnya, disuruh tanya ke orang sakti yang bernama Ajisaka.
Lalu, anak naga itu mendatangi Ajisaka dan bertanya siapa ayahnya. Ajisaka
tidak terkejut, lalu diberi tahulah anak naga itu bahwa sebenarnya anak naga
itu memang anaknya yang tercipta dari telur ayam lewat mantra-mantra. Walaupun
mengakui naga itu sebagai anaknya, Ajisaka tidak mengijinkan naga itu ikut
dengannya. Ajisaka menyuruh anak naga itu bertapa di pantai laut selatan.
Kemudian anak naga itu bertapa di pantai selatan.
Saat bertapa, naga itu sesekali bangun dari meditasi untuk
makan binatang apa saja di sekitarnya. Ratusan tahun ia bertapa, badannya
tambah besar. Badannya di Jember, kepalanya sampai Banyuwangi, dan ekornya
memanjang sampai Jawa Tengah. Karena tubuhnya membesar akibatnya makanan di
sekitarnya tidak cukup, maka sesekali naga itu mencari makan di tengah laut
selatan.
Karena lamanya bertapa sampai badannya ditumbuhi lumut
seperti kayu. Suatu hari, penduduk di sekitar pertapaan naga kehabisan kayu
bakar. Penduduk menemukan kayu besar dan memanjang maka dipotonglah kayu itu.
Saat dipotong kayu itu mengeluarkan getah seperti darah, sehingga semua
penduduk terheran-heran tetapi penduduk tetap saja mengambilnya sebagai kayu
bakar.
Sampai sekarang naga yang telah besar itu masih bertapa di
pantai laut selatan, tetapi tubuhnya tidak lengkap lagi karena dipotong
penduduk untuk kayu bakar, tinggal kepalanya ada di Banyuwangi, badannya di
pantai selatan Jember, dan ekornya di Jawa Tengah. Bagian-bagian tubuh itu
mengeras seperti batu, dan sampai sekarang masih bisa ditemukan batu-batu
seperti sisik kulit ular di pantai selatan Jember. Oleh penduduk, pantai itu
disebut pantai “Watu Ulo” (Batu Ular) karena batu-batunya tersusun seperti sisik
kulit ular. Konon pada saatnya nanti naga itu akan berubah menjadi manusia yang
sakti dan akan menjadi pemimpin dan penguasa di tanah Jawa atau Indonesia.
Nah kurang
lebih seperti itu kisahnya, namun jika ingin membuktikan semirip apa batu
memanjang tersebut dengan tubuh ular, silahkan datang ke Pantai Watu Ulo di
Jember, Jawa Timur.
Berikut dokumentasi saya saat berada di Watu Ulo Jember :
No comments:
Post a Comment