Ketika berada di Pulau Bawean, saya sempatkan mengunjungi sebuah makam yang panjangnya mencapai 11 meter. Sebenarnya sampai sekarang saya masih belum percaya kalau ada
orang yang tingginya bisa mencapai 11 meter. Saya merasa
ragu kalau itu kuburan manusia, namun warga setempat meyakinkan saya kalau
itu benar-benar kuburan manusia. Tepatnya itu kuburan manusia yang hidup entah
berapa abad yang lalu.
Ketika saya melihat kuburan tersebut, saya hanya
bisa takjub. Amazing.....Saya belum pernah melihat kuburan sepanjang itu
apalagi letaknya di pinggir laut. Penduduk setempat menyebut kuburan itu
sebagai “Jherat Lanjheng” yang artinya kuburan panjang.
Dari beberapa sumber referensi yang pernah saya baca mengenai makam panjang ini bahwa
kuburan panjang ini adalah makam Doro Sembodo. Terletak di tepi laut
Desa Lebak Kecamatan Sangkapura. Makam ini merupakan makam yang dikeramatkan
oleh penduduk sekitar karena disamping mempunyai kekuatan magis terpendam juga
mengandung nilai historis tinggi. Menurut cerita, Doro Sembodo ini adalah abdi
setia Aji Saka yang merupakan tokoh utama legenda Babat Tanah jawa. Peristiwa
meninggalnya Doro dan Sembodo ini kemudian dikisahkan dalam Huruf Jawa (Ha, Na,
Ca, Ra, Ka, dst.). Para pelancong banyak berdatangan saat hari Raya Idul Fitri
Maupun Idul Adha.
Asal usul cerita ini sebagai berikut :
Di
dusun Tanjung anyar ( orang Bawean menyebutnya Tinggen) desa Lebak terdapat
makam panjang, kira- kira panjang makam 11-12 meter. Konon itu adalah tempat
pusaka Aji Saka yang dikubur bersama darah Doro. Aji Saka adalah seorang
Penyebar agama Hindu di Pulau Jawa (Javadwipa) yang berasal dari Kerajaan Asoka
di India. Dia adalah salah satu pangeran dari kerajaan Asoka yang merantau ke
Jawadwipa bersama dua orang pembatunya yang bernama Doro dan Sembodo.
Sebelum
masuk ke Pulau Jawa, Pangeran Aji Saka bersama kedua pembatunya singgah di
Pulau Bawean. Salah satu pembantunya yang bernama Doro di tinggal di Bawean
bersama salah satu pusaka (pedang ) Aji Saka. Kemudian Aji Saka bersama Sembodo
berangkat ke JawaDwipa. Aji Saka berpesan kepada Doro bahwa Pusaka itu tidak
boleh diberikan kepada siapapun kecuali di ambil sendiri oleh Aji Saka. Singkat
cerita, setelah Pulau Jawa menjadi Hindu. Aji Saka teringat pada pembatunya di
Bawean, Dan dia mengutus Sembodo untuk menjemput Doro dan mengambil Pusaka Aji
Saka. Dan Aji Saka lupa bahwa dia pernah berpesan kepada Doro bahwa pusakanya
tidak boleh diberikan kepada siapapun kecuali diambil sendiri oleh Aji Saka.
Setelah
Sembodo sampai di Pulau Bawean, timbul salah paham antara Sembodo dan Doro.
Doro memegang janjinya kepada Aji Saka bahwa pusakanya tidak akan diberikan
kepada siapapun kecuali kepada Aji Saka, sedangkan Sembodo tidak mau kembali ke
Pulau Jawa dengan tangan hampa karena tidak bisa membawa Pusaka seperti yang di
amanatkan oleh Aji Saka. Karena masing-masing bersikeras dengan pendapatnya
sendiri sehingga terjadilah perkelahian yang mengakibatkan keduanya meninggal. Makam
Doro Ada di di Tinggen yang dikenal dengan makam panjang doro, sedangkan makam
Sembodo ada di tempat Pemakaman Umum di desa Tinggen.
Cerita ini pernah di
putar di TVRI ( Televisi Republik Indonesia) tahun 1992. Tapi tidak disebutkan
bahwa Dusun Tinggen Ada di Pulau Bawean. Tahun 1950-an terdapat prasasti yang
diperkirakan dibuat oleh Aji Saka untuk mengenang kedua Pembantunya (Doro dan
Sembodo) yang meninggal di Pulau Bawean. Prasasti itu Ditulis di Batu Besar
dengan tulisan Honocoroko dengan stempel cap Kaki Kiri. Prasasti itu dulu
terdapat di dusun Tinggen namun sayang prasasti itu di rusak Dan batunya di
buat Jembatan di dusun Muara.
No comments:
Post a Comment