Sudah satu bulan lebih saya tidak
menyambangi blog petualangan ini karena berbagai hal teknis yang semestinya tidak
harus terjadi, ya.... tapi apapun itu yang jelas tidak menyurutkan semangat
saya untuk tetap ber Wiyak Bumi Wiyak Langit.....hehe.... Oke sobat saya mulai
tulisan kali ini dengan papan penunjuk arah ruang pada foto disamping saya yang
bertuliskan Ruang Tahanan Pangeran Dipenogoro di dalam kompleks Benteng Fort
Rotterdam Makassar. Ruang penjara tersebut berdinding melengkung dan amat
kokoh. Konon diruang itu disediakan sebuah kamar kosong beserta pelengkap hidup
lainnya seperti peralatan shalat, alquran, dan tempat tidur. Banyak kemudian
yang meyakini bahwa Pangeran Diponegoro wafat di Makassar, lalu ia dikuburkan
disitu juga. Tapi ada pendapat lain mengatakan, mayat Diponegoro tidak ada di
Makassar. Begitu ia wafat Belanda memindahkannya ketempat rahasia agar tidak
memicu letupan diantara pengikut fanatiknya di Jawa atau di Makassar
Menurut catatan yang ada, Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak. Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong
Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya terhadap Belanda adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Kedu dan Pacitan (Jawa Timur). Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta Gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830. Dan kemudian diasingkan dan dipenjara di Benteng Fort Rotterdam Makassar.
Menurut catatan yang ada, Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak. Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong
Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya terhadap Belanda adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Kedu dan Pacitan (Jawa Timur). Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta Gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830. Dan kemudian diasingkan dan dipenjara di Benteng Fort Rotterdam Makassar.
Sekian tulisan ringan kali ini semoga
bermanfaat.